=============================================
Beberapa tahun silam kita lahir ke muka bumi dengan tangisan, semua tertawa menyambut kita. Sejak hari itu waktu terus bergulir menutup lembaran lama dan melukiskan yang baru dibaliknya. Terus berlanjut bagai rantai yang tak terputus. Saat TK dan SD kita belajar berhitung, membaca, dan segala pengetahuan dasar lainnya. Kita belajar apa itu kepribadian, dalam kebutaan kita meraba – raba seperti apa itu dunia, dan seperti apa manusia yang hidup di dalamnya. Dengan kepolosan kita mengubah seluruh kemunafikan dan mengartikannya sebagai kebahagiaan, tanpa mengerti tanpa memahami.
Beranjak SMP kita mulai mencari jati diri, berpikir akan realita hidup, mencari teman yang kelak akan mempengaruhi pola pikir. Sekali tersesat kita akan terus terbawa dunia yang telah kehilangan intinya. Saat SMA kita mulai memutuskan. Terkadang kita terlalu terhanyut keindahannya sampai kita lupa membuat keputusan, sampai kita tak mau beranjak dari zona nyaman. Akhirnya saat kuliah barulah kita menyadari, there’s no turning point. Manusia makhluk yang lemah yang akhirnya hanya bisa menyesali apa yang telah diperbuat.
Semua ini hampa, kosong yang kita lakukan hanya berputar di dalamnya. Walaupun sebenarnya dunia ini tak sepenuhnya hampa, yang hampa itu pemikiran kita. Bingung? Ya saya juga bingung. Kehampaan itu pada hakikatnya ada pada tiap individu, tapi dunia ini bukanlah kehampaan. Lahir dan tumbuh serta belajar dan mempelajari kesalahan lalu memperbaikinya tentu tak bisa dibilang hampa, itu semua berarti. Berarti itu artinya berharga, karena terlalu berharga tak ingin dilepaskan semua canda tawa, tangis, dan benci kala itu. Walaupun semua menganggap itu kemunafikan saya akan tetap berdiri di sini menjaga butiran itu agar tak terhempas angin. Karena saat butiran itu lenyap aku juga akan turut lenyap bersama kehampaan itu. Memori dan ingatan manusia tidak abadi, karena itulah manusia, tapi kepercayaan itu abadi. Kepercayaan akan Tuhan dan keyakinan yang dipegang, karena itulah hampa itu nihil. Nihil yang ada, itulah kehampaan.
Saat beranjak dewasa saat belajar arti keberadaan orang lain terkadang kita merasa hampa. Walaupun memiliki keluarga, walaupun memiliki sahabat, rasanya ada yng kosong. Manusia telah dikodratkan bukan untuk hidup sendiri, mereka memiliki pasangan. Saat merasa nyaman, saat ingin berbagi manusia membutuhkan orang lain. Yah, mungkin memang saya merasa sepi, hidup sendiri bukan hal yang mudah, tapi saat tahu dunia diselebungi kemunafikan rasanya takut untuk melangkah. Entah siapa yang dapat dipercaya. Seandainya percaya entah apa yang terjadi.
Perasaan takut manusia, perasaan takut ditinggal membuat kita terkukung dalam pemikiran yang menyerupai labirin. Padahal kita membutuhkan orang lain, tapi ketakutan itu terlanjur mengurung diri kita di kedalam kegelapan pemikiran yang terbatas. Yah, pemikiran kita.. kita? Bukan itu bukan kita tapi saya. Memang diakui semua ketakutan itu ada di otak saya, ketakutan untuk memulai karena takut hilang cepat. Sendirian lebih menakutkan daripada tidak memulai. Biarlah semua diam terpaku seperti ini toh alam kan menemani...
0 talks:
Post a Comment