Selamat sore,

Kepada kota yang tak pernah mati yang ada di ujung laut ini. Dengan suara bertalu-talu memecah keheningan. Lalu pada kata yang hampir bias, kita perlahan mencari kedamaian di ujung kota lainnya. Sehingga pada pagi berikutnya kita tak menghilang dan hancur menjadi pribadi yang memuakkan. 

Lalu waktu terus berputar. Tahun berganti. Mimpi-mimpi yang teracuhkan. Semuanya mengikuti pada tiap baris langkah jejak yang ditinggalkan. Hidup adalah pilihan setiap langkah dan setiap detiknya. Pilihan apa yang diambil pada tahun ini pun aku tak tahu. Hanya menjaga kewarasan ditengah gelap gulitanya dunia adalah satu-satunya harapan yang bersisa. Pada hari yang kian temaram ini.

Selamat datang 2018! Itu yang ingin diucapkan pada kata yang tertambat diujung lidah. Pada guratan pena yang siap mencabik kertas dengan tulisan 'resolusi 2018' yang tak pernah bisa tertulis. Semakin tua, semakin realistis kita dibuatnya. Kontrasnya, makin banyak mimpi yang diacuhkan. Menjadi baik atau buruk tak masalah selama perut bisa terisi, bukankah begitu? Hening sejenak. Melihat kaki yang lalu lalang itu. Aku tak bisa.

Biar mimpi saja, tak apa. Setidaknya aku tak mau jadi seperti mereka.

Terima kasih pada sorot mata tajam itu. Pada uluran tangan yang ditepiskan. Atau pada kemunafikan yang ditawarkan. Ketika rasa percaya mahal, dan terima kasih adalah tabu. Cukup kalian saja. Terima kasih telah mengajarkan hal itu di tahun ini. Mengajarkan untuk tak menjadi kalian.

Sejenak menuju senja. Kurang dari 48 jam tahun akan berganti. Semoga ada secercah harapan mengenai mimpi yang mulai terlepas genggamnya.