Hai~ haha. semester tujuh di sini. Gak nyangka udah hampir semester akhir gw di fakultas kehutanan ini. Kalau dibilang sedih sih sedih. Dunia kerja bukan tujuan akhir gw sih ya. Hahaha. Yah, masalahnya kapan lagi bisa ketemu temen segila di fahutan. Kerasnya hutan, kegilaan bareng dimana aja, tapi keramahan di saat yang sama juga, hectic dengan rapat - rapatnya, tapi pelajarannya susah bukan main, belum tuntutan penelitian yang isinya harus bermutu. Dengan semua itu, gw akuin gw gak salah milih fakultas hahaha. Seenggalnya di sini (manajemen hutan khususnya) gw bisa belajar berbagai macam hal dari masalah sosial hingga yang berbau keteknikan. Dimana lagi kita bisa mengkaji undang - undang, belajar akutansi, belajar mesin, belajar perencanaan biaya alat berat (traktor dsb), belajar ngebuat jalan, belajar pemetaan sama bikin peta, belajar teknik wawancara, belajar pengindraan jarak jauh, permodelan, belajar hidrologi, daaan masih banyak lagi, tentunya belajar tentang dasar - dasar kehutanan juga kita. Keberagaman mata kuliah di depertemen ini kadang - kadang bikin pengen nendang bangku, tapi gak jadi soalnya sakit hahaha *garing. Cuma di sini yang wc-nya dibuka 24 jam, mushollanya juga. Bisa tidur di kantor (sebutan sekret FMSC sekarang) guling - gulingan ngenet ampe pagi. Fahutan itu emang penuh warna. Awalnya pas gw masih baru masuk, gw takut serba takut. Bukan karena senior juga sih, waktu sma juga senior gw banyak yang udah tua. Gw takut aja waktu itu, harus sesopan apa gw sama mereka apalagi desas - desus kekejaman bcr. Tapi ke sininya ah kagak tuh, kagak ada perploncoan juga kaya yang orang - orang bilang. Senior sama alumninya juga baik, mamang bibi juga baik, yang jualan di kankor juga baik, dosen juga baik. Gw suka aja iklim dan suasana di fahutan. Keramahan di sini tuh luar biasa. Haah tapi yah kita memang harus lulus, belum sih tapi mikirin kejadian itu bikin sedih ternyata ya. Hahaha.

Hari ini di kampus anak - anak bikin dresscode kayak pas jaman kita masih Temu Manajer (ospek manajemen hutan). Lucu deh liat anak - anak pada pake atasan putih bawahan celana/ rok bahan. Udah semester akhir tapi kelakuan cacat banget sampe orang dekanat ada yang keluar nyuruh kita diem gara - gara kita berisik. Udah gitu kita pake acara foto di bawah spanduk yang tulisannya Forestry Job Fair Expo. Katanya biar kaya orang yang habis nyari kerja. Hahaha cacat. Yah, seenggaknya prinsip "jaya di rimba, wibawa di kota" tetep harus jalan kan? Fahutan bisa juga rapih tuh :)

So everybody ever be buddies
Days we grew up are days we will treasure
So, everybody show is beginning curtain has risen
Make your own story line
Dream as if you'll live forever
And live as if you'll die today
One Ok Rock - C.H.A.O.S.M.Y.T.H
Jaya di rimba
Wibawa di kota

Saya selalu bermimpi ada sebuah hutan di tengah kota, dimana gedung – gedung menjulang tinggi dengan pepohonnan rindang yang mengelilinginya. Mobil – mobil dengan bahan bakar alternatif yang ramah lingkungan melaju sepanjang jalan. Kendaraan umum penuh oleh orang yang menjadikan kendaraan umum alternatif untuk berangkat kerja. Tak jauh dari sana sebuah taman menghampar luas dengan segala bunga – bunga bermekaran dan dengan sebuah danau buatan yang di dalamnya terdapat turbin listrik tenaga air yang selalu disinggahi keluarga yang hendak berakhir pekan. Saya memimpikan gunung – gunung hijau menjulang tinggi dimana masyarakat di sekitar dapat memanfaatkannya. Mereka membangun sawah dan perkebunan dengan memanfaatkan air bawah tanah yang datang dari gunung terdekat. Sungai – sungai yang mengalir jernih mereka manfaatkan untuk kehidupan sehari – hari dan penggerak turbin listrik. Buah – buah hasil perkebunan diproduksi dengan skala besar hingga mampu memenuhi kebutuhan ekspor. Limbah sawah dan perkebunan dimanfaatkan untuk makanan ternak, sementara limbah perternakan dimanfaatkan menjadi kompos dan bahan bakar biogas. Sinar matahari sepanjang tahun khas negara tropis dimanfaatkan dengan menggunakan panel – panel tenaga surya, mensuplai listrik untuk desa – desa di sana. Bahan bakar minyak hanya digunakan untuk memenuhi kebutuhan industri sementara sisanya diekspor.
Dengan kekayaan alam membentang dari sabang sampai merauke harusnya semua ini bukan hal mustahil. Dengan ribuan sarjana yang lulus tiap tahunnya inovasi tentunya bukanlah masalah. Akan tetapi, apa ini? Setiap tahun berita banjir merajalela. Perebutan hak – hak atas hutan dilakukan terhadap masayarakat adat, dengan dalih keberadaan masyarakat tersebut tidak diakui oleh undang – undang. Masyarakat pinggir hutan menjadi masyarakat dengan kesejahtraan yang rendah bahkan tak jarang berselisih dengan pihak taman nasional. Blue print pembangunan kota yang seharusnya dijadikan taman diubah menjadi hotel – hotel yang memiliki pajak bangunan tinggi. Kendaraan pribadi tumpah ruah ke jalanan menyebabkan macet berkepanjangan dan polusi. Kebutuhan hidup tak jarang harus diimpor dari luar negeri akrena gagal panen. Sebenarnya ada apa dengan negara kita? Walaupun negara kita dikenal sebagai jamrud khatulistiwa, negara tropis dengan sumber daya melimpah mengapa masyarakat kita masih tak mampu mengecup kekayaan alam ini.
 Negara mana yang tak tergiur oleh kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia, bahkan catatan sejarah turut menyebutkan bahwa Indonesia dijajah lebih dari satu negara dikarenakan kekayaan alamnya. Hutan – hutan kita membentang luas di seluruh pulau. Lebih dari 50% wilayah kita tercatat sebagai kawasan hutan dibawah pengawasan departemen kehutanan. Selain itu, laut yang luas juga turut membentang mengitari pulau – pulau kita yang banyaknya tak terkira. Kekayaan alam maha luas yang seharusnya menghantarkan kita pada kesejahtraan, tetapi apa ini. Bukankah masyarakat kita masih berada pada ambang kemiskinan. Ada apa ini, mengapa bahkan kita tak merasa memiliki semua kekayaan ini. Terasing pada tanah sendiri tanpa tahu kenapa. Adakah yang salah dengan pemahaman segala kekayaan alam dikuasai oleh negara untuk kesejahtraan masyarakat. Kenapa pemerintah dan masyarakat justru saling berselisih paham dalam hal kepemilikan sumberdaya alam, aneh.
Bahkan kekayaan alam yang kita miliki sering kali kita gadaikan dengan harga murah. Negara – negara asing itu membeli hutan kita tapi dengan harga murah. Sebegitu murahkah harga hutan kita? Sementara mereka membeli hutan kita dengan harga murah, tidak tahukah kalian bahwa di luar sana banyak perusahaan kayu terancam gulung tikar karena sumber bahan baku mereka telah menipis. Bukan hanya itu, para petani hutan rakyat yang seharusnya diberikan penghargaan karena telah melakukan usaha penghijauan malah dipersulit dengan segala sertifikasi yang diterapkan negara asing. Bukankah insentif yang seharusnya diberikan pada mereka, bukan segunung peraturan yang rumit?
Dosen saya bilang, kita seharusnya merasa beruntung tinggal di Indonesia. Sumberdaya banyak, hujan dan matahari tercukupi tiap tahunnya. Hidup bermodalkan kaos kutang dan celana pendek saja sudah bisa hidup. Dari pulau sabang hingga merauke terbentang luas hamparan hijau hutan tropis yang merupakan paru – paru dunia. Tidak ada negara negara yang tidak merasa iri pada negara kita, buktinya dulu mereka berlomba – lomba menjajah negeri ini. Sumber daya kita memang sebuah anugerah yang tidak tergantikan oleh apapun, tetapi di sisi lain sumber daya kita bagaikan pisau bermata dua. Seolah menjadi tumbal dunia akibat pemanasan global, ruang gerak Indonesia sebagai paru – paru dunia seolah dibatasi.
Kenyataannya, dengan banyaknya sumberdaya yang kita miliki tidak semua masyarakat berada dalam  taraf sejahtera. Banyak stakeholders yang berbicara soal kelestarian lingkungan, tetapi tidak memperhatikan masyarakat yang ada di dalamnya. Dalam pandangan saya kelestarian tidak dapat terwujud tanpa bantuan masyarakat. Hal yang paling penting adalah bagaimana membangkitkan kesadaran masyarakat melalui peningkatan kesejahteraan mereka. Sebuah cerita tentang kasus yang saya temukan di lapangan tentang pembalakan liar di sebuah taman nasional. Sebelum daerah tersebut ditetapkan sebagai taman nasional daerah tersebut merupakan hutan yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan mereka. Banyak masyarakat yang menanam pohon dan bambu di wilayah tersebut. Sekarang setelah kawasan hutan tersebut berubah statusnya menjadi taman nasional, otomatis segala aktivitas pemanfaatan yang berada dalam kawasan taman nasional dilarang dilakukan. Pohon dan bambu yang mereka tanam tentu saja tidak boleh ditebang, padahal mereka yang menanamnya. Kebanyakan dari para pelaku pembalakan liar tahu bahwa dalam wilayah taman nasional tidak boleh melakukan penebangan, tetapi tentu saja dipandangan masyarakat pihak taman nasional telah merampas salah satu sumber penghidupan mereka.
Tentu saja itu hanya salah satu contoh kisah yang saya temukan. Kita merupakan zamrud khatulistiwa, dengan hutan yang membentang luas dari sabang hingga merauke. Keanekaragaman hayati yang dengan mudahnya kita temui di dalam pelosok hutan. Seharusnya masyarakat yang hidup di pinggir hutan bisa hidup dengan sejahtera. Kontrasnya masyarakat pinggir hutan justru memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah. Mereka biasanya berada di wilayah yang sulit dijangkau. Jangankan supermarket, toko klontong saja agak sulit untuk ditemukan. Untuk kepasar saja mereka harus pergi cukup jauh padahal harga bensin tidak bisa dibilang murah. Kemana perginya subsidi BBM, bukankah subsidi BBM seharusnya ditujukkan bagi mereka? Mereka yang terlupakan, padahal dalam melakukan upaya kelestarian peran merekalah yang paling dibutuhkan. Bagaimana bisa upaya pemerintah dalam melakukan peningkatan kelestarian dapat dilakukan jika kepercayaan mereka terhadap pemerintah saja tidak ada. Masyarakat pinggir hutan bukannya tidak berilmu dan berpengetahuan. Keadaan yang kerap kali menyebabkan mereka bertindak berkebalikan dari apa yang diwariskan nenek moyangnya. Walaupun memang tidak bisa dipungkiri terdapat oknum – oknum yang tidak bertanggung jawab juga, tapi toh di kalangan elit yang berpendidikan oknum tidak bertanggung jawab juga ada.
Dinas Kehutanan semakin gencar memperbanyak wilayah kawasan hutan, dinas pertambangan mengklaim dinas kehutanan untuk pembebasan lahan menjadi tambang, dinas pertanian mengeluhkan lahan pertanian yang semakin berkurang, Pemerintah daerah atas nama otonomi daerah mengacak – acak master plan mendahulukan pihak yang dapat memberikan bayaran paling besar. Mereka, kaum elit saling berebut wilayah kekuasaan. Dinas kehutanan mengatasnamakan kelestarian, yang lainnya mengatasnamakan peningkatan kesejahtraan, demi pembangunan dan sebagainya. Aneh, apa kelestarian harus selalu bertentangan dengan kesejahtraan dan pembangunan. Sementara mereka tengah adu mulut, pihak – pihak yang sebenarnya paling membutuhkan justru dilupakan.
Hutan bukan tuhan yang wajib diagung – agungkan. Hutan juga bukan satu – satunya solusi untuk menyelesaikan masalah yang ada terkait kelestarian lingkungan. Memperbanyak kawasan hutan, tapi kemudian kawasan ini bahkan tidak berhutan sama sekali rasanya sama saja. Tentunya yang paling penting adalah mengoptimalkan fungsi hutan sehingga bukan saja fungsi lindung dan konservasi yang dapat diwujudkan melainkan fungsi hutan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat juga dapat terwujud. Ada peran masyarakat yang sangat besar di sini. Kelembagaan yang kita miliki seharusnya telah cukup baik untuk menjalankan segala kebijakan guna mewujudkan kelestarian lingkungan. Overlapping dari peraturan tentunya harus turut dikaji oleh pihak – pihak berwenang. Sudah bukan zamannya lagi untuk mementingkan ego sektoral semata. Meninggikan ego sektoral bukan hanya memperparah kerusakan lingkungan, melainkan turut menggadaikan sumberdaya yang kita punya ke pihak tak bertanggung jawab. Sudah sewajarnya kita belajar dari sejarah, trek record kita menyebutkkan bahwa masyarakat adat kita memiliki kearifan lokal dalam melestarikan lingkungan. Sudah saatnya kita kembali belajar pada mereka bukannya membuang mereka. Sudah saatnya pula kita membuka mata dan melihat potensi yang dimilki oleh negara ini. Dengan banyaknya kelimpahan sumber daya bukannya tidak mungkin kita menjadi negara dengan sumber bahan bakar alternatif terbanyak. Dengan sumberdaya alam yang kita milki kita bisa menjadi negara yang lebih maju daripada negara manapun. Kesejahtraan masyarakat pun bisa turut terangkat. Walaupun semua terlihat mudah, tetapi tidak ada yang mudah memang. 
Maju atau mundur itu pilihan, mau tetap tertidur dan menutup mata pun silahkan. Hanya saja,  kita, generasi muda yang memutuskan mau dibawa kemana masa depan negara kita.

dalam rangka memperingati ulang tahun emas fakultas kehutanan ipb ada lomba essai dengan tema kehutanan indonesia baru (dalam keterlenaan masa lalu, fakta masa kini, dan harapan masa depan). info lbh lanjut hubungi cp yaa :)

Masih di segmen review, kali ini gw bakal ngereview buku karya dari Fahd Djibran. Seperti biasa  buku - buku dari Fahd Djibran memang selalu memukau dan menyentil pandangan kita. Buku yang berjudul A Cat in My Eyes ini bukanlah judul baru, buku ini dicetak pertama kali pada tahun 2008 dam kembali dicetak ulang pada tahun 2013 ini. Buku dengan tebal 190 halaman ini memiliki 28 bab dan 7 bab tambahan di edisi revisi nya ini sangat layak disimak. Seperti biasa tema utama yang diambil oleh Fahd adalah mengenai hal - hal yang berlangsung dalam kehidupan kita, seperti cinta, Tuhan, dan moral. Tiap babnya menceritakan kisah yang berbeda - beda yang mampu menggelitik pola pikir kita. Menurut gw pribadi Fragmen Malam, Skizofrenia, serta When and Sometimes. Walaupun sebenernya keseluruhan bab dari buku ini memang menarik, tapi tiga judul itulah yang paling menggelitik alam pikiran gw. 

Cover cetakan 2013 (image source: google)

Pada Fragmen Malam menceritakan mengenai seorang ayah yang tengah bercerita pada anaknya. Ia menceritakan kisah mengenai prometheus seorang dewa yang mencuri api dari zeus untuk menghangatkan bumi, tetapi zeus yang mengetahui itu menghukum prometheus atas kebaikan yang telah ia lakukan. Hal ini dilakukan karena zeus takut jika manusia mengalahkannya. Hal yang bikin gw tergelitik adalah kalimat penutup yang diberikan oleh ayahnya yaitu  "Menjadi seseorang seperti prometheus adalah pilihan. pilihan yang datang pada setiap orang. Siapapun bisa jadi pahlawan, tetapi siapapun bisa saja menjadi tidak bahagia setelah dia mengorbankan seluruhnya demi kepahlawanannya." Dulu gw pernah ngepost kata - kata ini di postingan gw yang judulnya pengorbanan. Apa ya entah kenapa gw merasa, ah bener juga. Memang bener kenyataannya memang begitu. Saat kita melakukan kebaikan tidak selalu orang lain menganggap itu adalah hal baik. Iri, dengki, tamak, dan ketakutan kadang memang mampu membutakan siapa saja. Sama seperti yang ada di negeri ini atau bahkan di dunia ini kan? Gw juga sama aja sebenernya. Kadang dengan niat teguh kita memutuskan untuk tidak menyontek, tapi ketika hasil akhir keluar nilai yang kita dapat berada jauh dibawah mereka yang menyontek dan perlahan kita mulai menyesali 'kebaikan' yang telah kita lakukan. Seperti dalam bab Skizofrenia yang diceritakan oleh Fahd mengenai keanehan saat ini. Ketika sesuatu yang 'gila' tidak lagi dianggap 'gila' karena dunia sudah dipenuhi oleh orang gila, yang waras dianggap gila karena tidak menjadi gila. Sama seperti ketika keburukan dianggap wajar karena semua orang melakukannya, dan kebaikan mulai tak berarti. Dulu gw pernah denger ada yang bilang "sesuatu itu dianggap wajar jika mayoritas melakukannya, apa yang tidak dilihat, apa yang tidak dirasakan, dan apa yang tidak dilakukan dianggap aneh. Diasingkan. Mereka menutup mata atas semua yang mereka anggap tidak biasa. Itulah manusia". Dan gw pun mulai berpikir apa jangan - jangan gw udah termasuk mereka yang gila? Sepertinya begitu. Kegilaan mulai merambati jiwa - jiwa kita seperti virus mematikan yang menyebar perlahan tanpa kita ketahui dan mengrogoti kita perlahan.

Nah itulah beberapa cuplik dan ada pemikiran tambahan gw di sana. Susah memang membaca buku Fahd tanpa terbawa ke alam pikiran. Buku karyanya memang selalu sukse mencuri benak gw. Aniwwei, secara keseluruhan buku ini wajib dimiliki. Setidaknya kita harus menghentikan kegilaan ini bukan?
Selamat malam saudara - saudara sekalian! Yuhuuu~ setelah tiba-tiba bikin postingan mellow yang seratus persen fiktif akhirnya gw balik lagi ke postingan spam. Haha. Mungkin udah lama juga gw gak ngereview entah itu buku maupun film. Jadi sebelum akhirnya gw mulai sibuk dengan rutinitas mahasiswa tingkat akhir gw memutuskan untuk mereview film yang baru aja berhasil gw tamatin. 

Opening Scene (image source: google)
Innocent Man atau yang memiliki judul 세상 어디에도 없는 착한 남자 (Sesang Eodiedo Eobneun Chakan Namja) dalam bahasa korea adalah sebuah drama yang keluar pada tahun 2012. Drama ini memang bukan drama baru, tapi sangat layak untuk ditonton. Film yang dibintangi oleh Song Joong Ki (Kang Ma ru), Moon Chae won (Seo Eun Gi), dan Park Si Yeon (Han Jae Hee) ini memiliki latar cerita yang cukup gelap. Awal kisah menceritakan mengenai sepasang kekasih yaitu Kang Ma Ru yang merupakan mahasiswa kedokteran dan Han Jae Hee yang merupakan seorang reporter. Akibat sebuah kecalakaan Han Jae Hee tidak sengaja membunuh seseorang dan Kang Ma Ru yang mengetahui itu memutuskan untuk menggantikan Jae Hee dan menyerahkan diri kepada polisi. Kisah kemudian beralih ke beberapa tahun setelahnya. Ma Ru yang masuk penjara tentunya tak bisa lagi melanjutkan sekolahnya sebagai dokter dan akhirnya ia bekerja sebagai bartender. Ma Ru tentunya masih menunggu kedatangan Jae Hee, tetapi fakta selanjutnya ia akhirnya mengetahui bahwa Jae Hee telah menikah dengan Presidir dari Taesan group. Selang waktu berjalan mereka akhirnya bertemu kembali dalam keadaan yang berbeda. Jae Hee yang tidak ingin hubungan lamanya dengan Ma Ru terungkap terus menyangkal dan tak segan menjebak Ma Ru. Ma Ru yang merasa dikhianati akhirnya memilih untuk balas dendam dengan mendekati Seo Eun Gi, putri tiri Jae Hee yang merupakan anak presidir dari istrinya yang pertama. Seo Eun Gi yang dingin dan ketus akhirnya luruh oleh Ma Ru. Akan tetapi, Ma Ru lama - lama merasa menyesal dan mulai menyayangi Eun Gi. Didorong rasa bersalah ia berusaha untuk menjauh dari Eun Gi. Eun Gi yang akhirnya mengetahui alasan Ma Ru mendekatinya ditambah dengan kematian ayahnya menjadi marah dan meninggalkan maru, tetapi waktu berkata lain. Eun Gi mengalami hilang ingatan karena kecelakaan mobil yang menimpanya. Pada saat itu ia menemukan fotonya bersama Ma Ru dan memutuskan untuk berada di sisi Ma Ru untuk mengembalikan ingatannya. Ma Ru yang masih merasa bersalah berusaha untuk menjauhi Eun Gi. Akan tetapi, mengetahui nyawa Eun Gi terancam oleh Jae Hee yang merasa kekayaanya akan dirampas oleh Eun Gi jika kembali, Ma Ru memikirkan ulang keputusannya. Didorong rasa bersalah dan rasa sayangnya Ma Ru akhirnya memilih untuk berada di sisi Eun Gi hingga tiba saat ia akan pergi meninggalkan Eun Gi.

Main Cast (image source: google)
Oke itu sinopsisnya, kalo kebanyakan ntar jadi spoiler. Drama yang memiliki jumlah episode sebanyak 20 ini cukup bikin gregetan untuk ditonton. Alurnya yang naik turun mampu membuat penontonnya terbawa secara emosional. Hal ini diimbangi dengan soundtrak yang juga mampu membawa penontonnya terbawa alur ceritanya. Secara garis besar cerita dari drama ini cukup gelap karena dipenuhi oleh cerita pengkhianatan, tapi justru itulah daya tarik dari drama ini. Bahkan kadang gw sendiri sering oengen mukul Joong Ki karena dia ngeselin di film ini. Song Joong Ki sebagai peran utama pria sangat baik menampilkan ekspresi dan gerak gerik dalam memainkan perannya. Selain itu Moon Chae won sebagai lawan mainnya juga mampu membuat para penonton terbawa oleh perasaannya. Dari awal hingga akhir drama ini mampu bikin gw terbawa pada alurnya. Bahkan tak jarang gw pun terbawa secara emosional. Tak heran mereka berhasil mendapatkan KBS Drama Award dalam kategori Best Couple Award. Selain itu drama ini juga sukses menyabet berbagai nominasi dan memenangkan berbagai macam penghargaan. Dalam drama ini Song Joong Ki juga membawakan sebuah lagu sebagai soundtrack film untuk pertama kalinya yang berjudul really yang dinominasikan pada Seoul International Drama Award dalam kategori Outstanding Korean Drama OST.

Hal lainnya yang menarik adalah dalam film ini diceritakan Ma Ru memiliki seorang sahabat yaitu Oh Jae Gil atau Park Jae Gil yang diperankan oleh Lee Kwang Soo. Jujur aja ini lah alasan gw pengen banget nonton drama ini. Bagi yang sering menonton variety Show Running Man tentunya tahu bahwa baik Song Joong Ki dan Lee Kwang Soo adalah sahabat di dunia asli. Sebagai penggemar Kwang Soo dan Joong Ki drama ini jadi tontonan yang layak disimak tentunya. Di Running Man mereka sering disebut sebagai 'same age friend' dan sering diisengi oleh anggota lainnya. Hal ini dikarenakan penampilan dan karakter keduanya yang berlawanan. Song Joong Ki yang ganteng yang dikenal sebagai 'pretty boy', aktor serba bisa selain itu ia juga dijuluki 'running man's brain', dan tentunya sebagai aktor ia pun sudah banyak mendapatkan peran sebagai peran utama. Berkebalikan dengan Kwang soo yang sering dikatai gak ganteng oleh member lain, selain itu selalu menjadi korban 'bully' di running man, sering sial dan jarang menang, dan tentunya yang paling terkenal adalah 'iconof betrayal'. Tapi dibalik semua kebalikan itu gw mendapatkan cerita mereka cukup unik. Haha. Bahkan termasuk sesi yang paling gw tunggu kalo lagi nonton running man. Setelah cukup lama mereka tidak menampilkan hal itu dikarenakan Joong Ki yang sudah keluar dari running man akhirnya cerita mengenai mereka bisa didapatkan lagi di drama ini. Kisah mereka menjadikan drama ini menghibur dan sedih juga. Apa yaa, mungkin karena mereka memang sahabat di dunia nyata jadi ya gw bener - bener kebawa aja. Apalagi pas Kwang Soo nangis gara - gara Joong Ki. Gw juga ketawa pas liat Kwang Soo di bully Joong Ki. Terlihat alami, hahaha.

Well, that's it about the drama. Sebenernya banyak lagi yang pengen gw tulis tapi udah dulu deh. Waktunya berpikir yang lain. Sampai bertemu lagi~
Nira--- Hari itu aku dan kau untuk pertama kalinya bertemu. Saat itu hujan tenah turun. Hal yang biasa terjadi ketika november tengah meghampiri. Tak masalah karena aku menyukainya. Hari itu kau berlari ditegah hujan secepat kau bisa. Menghampiri halte bus yang kelak akan ku ketahui bahwa itu adalah rute mu pulang. Di tengah hiruk pikuk pengendara motor, termasuk aku yang tengah berteduh kau berdiri sambil mengelap air hujan yang mengalir pada hidungmu yang mancung itu. Aku memperhatikanmu dengan jelas. Sangat jelas. Kau berdiri tepat di depanku. Walau itu pertama kali kita bertemu aku tahu kau telah menarik perhatianku. Menghisap udara yang berada di antara kita. Melambatkan air hujan yang tengah turun menjadi butir - butir yang jatuh satu - persatu. Kalau ini semua kebetulan maka aku harap kebetulan ini akan terjadi kembali kelak. Tak lama aku mendengar klakson di kejauhan. Rupanya bus yang akan kau naiki telah datang. Pintu bus terbuka seorang karyawan bis membuka pintu dengan raut kesal karena bus sulit merapat karena pengendara motor yang memarkir sembarangan. Kau pun menaiki bis itu. Dan bis perlahan meninggalkan tempat ini. Kalau ini kebetulan semoga aku dapat bertemu lagi dengannya.

Ardi--- Hari itu hari hujan. Aku membencinya. Aku memacu langkah kakiku menuju halte bis yang biasa mengantarkanku pulang. Seperti biasa pengendara motor pasti parkir sembarangan lagi. Aku sudah terbiasa meskipun sedikit kesal. Halte ini terlalu ramai, semoga bis yang kutunggu segera datang. Terlalu banyak orang disini. Aku benci keramaian. Lebih tepatnya aku benci hampir semua hal saat hujan turun. Di belakangku seorang gadis tengah berdiri dengan raut muka tak terbaca. Tampaknya dia kedinginan. Baju dan celananya basah kuyup. Tangannya memegang helm. Sementara dari rambutnya air menetes pelan. Dia seorang wanita biasa. Tak cantik ataupun seksi. Hanya saja ia berebeda. Berbeda? Entahlah aku juga tak tahu apa maksudnya. Aku tak sengaja memperhatikannya saat tengah berlari ke sini. Mungkin ia memang menarik, tapi waktu memang senang bermain - main. Ia hanya kebetulan yang aku lihat. Toh ketika bis datang maka semua kebetulan ini juga akan berakhir. Kebetulan tidak akan datang dua kali. Yah aku yakin itu. Ah, bis telah datang sudah kubilang waktu hanya senang mempermainkan kita. Takdir? Tak ada yang semacam itu. Aku pun menaiki bis yang perlahan mulai maju. Tapi entah kenapa sudut mataku tetap tertahan pada halte yang lamat aku tinggalkan.

Nira--- Aku menyukainya. Hal ini mungkin memang aneh menyukai seseorang yang bahkan tak pernah ku kenal. Aku selalu memacu motorku pada jam yang sama ke arah halte tempat ia menunggu bisnya. Kadang aku berhenti di kios makanan. Beralibi mengajak seorang teman bersamaku untuk makan pada kios makanan yang berada di sebrang halte tersebut hanya untuk menunggui ia hingga ia naik bisnya. Kalau aku sedang cukup nekat aku mengikutinya naik bis dan turun satu halte setelah ia turun. Aku tahu namanya dari temannya yang tengah memanggilnya. Aku tahu kebiasaannya tertidur saat di bis. Aku tahu ia senang mendengarkan lagu dengan headsetnya. Aku tahu pengarang kesukaannya dari buku yang selalu ia bawa. Aku tahu ia akan selalu mengalah memberikan tempat duduk saat ada wanita yang berdiri. Aku tahu ia kuliah di jurusan apa dari pembicaraannya di tekepon. Tapi aku masih tak berani menegurnya. Berpikir bahwa mengamatinya dari jauh sudah cukup. sama seperti hari ini ia berdiri di sampingku dalam bis yang tengah melaju. Dan aku masih tetap diam. Aku memang pengecut. 

Ardi--- Aku percaya kebetulan tidak pernah datang dua kali. Tapi kali ini kebetulan memang datang dua kali atau bahkan lebih. Bagaimana bisa? Aku tak pernah mempercayai waktu karena ia tak pernah serius. Aku tak tahu kenapa gadis yang kutemui di halte pada hari hujan itu selalu muncul. Aku sering melihatnya melintas perlahan dari halte tempat aku duduk. Terlalu sering,. Ia selalu melaju di jam yang sama. Kadang aku melihatnya tengah bersama temannya, duduk di kios makan yang berada di sebrang halte ini. Entah kenapa aku pun selau berusaha pulang di waktu yang sama setiap hari. Aku tak tahu hal apa yang memacu kakiku melangkah tergesa ke arah halte. Memaksakan diri agar bisa sampai tepat waktu di jam yang sama. Apakan ia menyadariku? Ah, apa yang sebenarnya tengah aku lakukan mengenalnya pun tidak. Kadang ia menaiki bis yang sama denganku. Mungkin motornya tengah diservis, aku juga tidak tahu pasti. Aku ingin menegurnya atau sekedar menyapanya, tapi orang asing yang menyapa seorang gadis di tengah jalan tidak terdengar menyenangkan bagiku. Hari ini ia berdiri di sebelahku. Entah kenapa bis ini berjalan begitu cepat. Aku tentu saja tak menyapanya. Apa aku seorang pengecut?

Nira--- Kata orang cinta datang dengan cepat. Kau tak tahu kapan ia akan datang ataupun kapan ia akan pergi. Hanya saja ia akan selalu datang berulang hingga akhirnya kau menemukan yang tepat. Entahlah aku sendiri juga tak yakin soal itu. Bagiku perasaan semacam itu adalah hal yang menakutkan. Kau bisa saja merasa bahagia namun di lain sisi kau akan menemukan dirimu tengah menangis. Aneh. Tapi apa kau tahu untuk mulai melangkah keberanian memang selalu diperlukan. Lalu dalam perjalanannya kejujuran akan mendampinginya. Mungkin memang perlu bagiku untuk mulai percaya dan melangkah berdampingan.
Ardi--- Bagiku waktu memang senang bermain - main. Menempatkan semua situasi pada waktu yang tak pernah disangka - sangka. Kenapa ia begitu senang melakukannya? Tidakkah waktu tahu bahwa adakalanya seseorang merasa tak siap. Waktu memang egois ia selalu memaksa seseorang untuk mengeluarkan keberaniannya kapanpun. Ia tak mengenal kata tidak siap. Memaksa kita untuk tetap melangkah. Bahkan pada keputusan yang telah kubuat ini, permainan waktu memegang peranan penting. 

Seandainya waktu mau menunggu mungkin aku tak akan pernah membuat keputusan ini. Seandainya waktu tak egois mungkin aku tak akan pernah menemukanmu.

Lagi - lagi waktu berhasil mempermainkan kita.