Bukan, ini bukan kisah anak - anak. Bukan dongeng juga. Apalagi tentang zoologi, bukan juga. Tiba - tiba kepikiran aja soal kura - kura dan kupu - kupu. Hewan dan serangga yang selalu jadi favorit gambaran gw.

Kupu - kupu, entah kebetulan atau gak tapi bgn awal tandatangan gw mirip kupu kupu -- buat gw sih, walopun anak anak lebih banyak yg bilang lebih mirip pantat dibanding kupu kupu. Kupu kupu itu sering dianggap simbol perubahan. Ulet itu gak pernah takut untuk berubah jadi kupu - kupu. Padahal ulet gak pernah tau seperti apa langit tempat ia bakal terbang kelak, yah lain cerita sih kalo ternyata ulet ama kupu kupu suka gosip soal kehidupan. Kalau jadi kupu kupu ia harus ninggalin daun tempat dia makan dan ngeganti menunya jadi putik bunga. Pas masih jadi ulet mana tau ia dimana bunga itu ada yg kelak bakal jadi menu barunya itu. Tapi ulet ga takut dan tetep berubah jadi kupu - kupu. Keluar perlahan dengan sayap baru yg masih lemah tapi toh tetep semangat buat ngejelajahin dunia barunya. Biar dia mukai lagi semuanya dari awal dan harus adaptasi ulang tapi gak ada kan kupu kupu yg bilang dia pengen balik lagi jadi ulet atau bahkan si ulet enggan berubah jadi kupu kupu gara gara kerasnya hidup. Kayanya ga ada deh ini kan bukan ftv. Makanya kupu kupu akrab dengan aimbol perubahan dan yah setuju gw sama hal ini.

Satu lagi kura kura. Makhluk yang kata orang pemalas ini buat gw sebenernya justru makhluk pekerja keras juga. Kura kura terkenal dengan kelambatannya. Lambat sih tapi kura kura gak pernah berhenti sebelum sampe ketujuannya. Coba bayangin kalo pas nyari makan kura kura nyerah jalan dan leyeh leyeh karena kejauhan dan karena dia terlalu lambat? Yang ada kura kura jadi gak makan dong. Mau nunggu apa? Nunggu ketiban durian jatuh? Kan gak mungkin juga. Biar lambat dia tetep aja jalan biar orang lain bilang dia pemales karena jalannya yang keliatan santai itu dia tetep jalan. Padahal buat jalan aja dia udah keliatan berat dengan cangkang di belakang punggungnya itu. Belum kalau jatuh ngebalik butuh perjuangan buat kura kura supaya posisinya betul lagi. Coba deh balikin kura kura dengan tempurung di bawah pastinya kura kura bakal berusaha supaya bisa ngebalik lagi kan? Padahal jelas susah lah berat begitu cangkangnya. Biar lambat, keberatan di cangkang kura kura itu tetep berjalan kan buat dapetin yg dia inginin setidaknya untuk saat itu.

yah ini pendapat gw sih. jadi berubah dan berusaha itu bukan hal yang sia sia. toh kita, manusia, bukan makhluk sempurna jadi berubah ke arah yang lebih baik dan berusaha menggapai mimpi gw rasa manusiawi :)

science and religion are merely two bridges along the same path.

the soul is attracted to people, while the body is attracted to the planet. because we have both, we humans can live freely, but at the same time, they create rifts.

it's depressing that both sides can't cooperate with each other

Eureka 7, Norbu

liat ini di film eureka 7. sama seperti pengetahuan dan budaya. pengetahuan dan agama juga dianggap tidak ada. mereka jalan sendiri dengan tujuan berbeda. mungkin gw gak punya hak buat ngomong di sini, apalagi dengan ilmu pas pas an dan agama pas pas an pula. cuma tulisan di atas mengingatkan gw sama buku salah satu profesor di kampus. berarti gejala sengketa antara agama dan pengetahuan bukan hal yg bru. gw tau sedikit kisah galileo sama copernicus. dua tokoh yg mengalami sengketa antara pengetahuan dan agama. ternyata bukan mereka saja, banyak ilmuwan lainnya yg bahkan di asingkan. dan tentunya ini terjadi bukan di satu kepercayaan saja. padahal gw kira pengetahuan akan membetulkan agama, sementara agama akan menggelitik pengetahuan manusia lewat misteri di dalamnya. ini pikiran gw dari dulu memang tapi toh nyata nya gak seperti itu. mereka sering gak akur. kalo kata dosen gw, ulama, sebagai 'petinggi' agama lebih sering mengurusi halal haram, tanpa mampu berdiri di atas kakinya. sementara pengetahuan mendapat porsi kecil dari perhatian pelajaran-pelajaran agama di sekolah. sehingga mau tak mau kita menjadi konsumen ilmu barat. walaupun ini gak terjadi di semua orang ya, ada juga yang sadar tapi cuma segelintir orang. entah. gw juga bingung, tapi kadang menurut gw semakin tinggi pengetahuan seseorang ia akan makin taat. begitu pun semakin taat seseorang maka ia akan semakin haus pengetahuan. ini pendapat pribadi sih, tapi kelihatannya kemungkinan terjadi nya masih kecil di negara ini. yah, semoga kita gak terbawa dengan 'hal yang kita anggap biasa' dan menjadi sosok manusia berkepribadian ganda di mata pengetahuan dan agama. well, fin~

Sejak awal masuk kampus hal yang selalu gw denger adalah perbedaan antara pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Sampai akhirnya gw inget kalau keduanya adalah dua hal yang berbeda, dimana ilmu pengetahuan adalah sebuah sistem terstruktur dari pengetahuan dan biasanya bersifat menyeluruh. Sementara pengetahuan adalah hasil dari kebudayaan dan pengalaman. Jadi apakah budaya ini sendiri? Budaya adalah hasil dari interaksi masyarakat baik dengan masyarakat itu sendiri maupun dengan alam. Lalu kemudian muncul pertanyaan lagi dari gw. Kalau budaya merupakan hasil interaksi tentunya akan ada perbedaan antara budaya yang satu dan yang lainnya. Apalagi seperti yang kita tahu geografis atau keadaan alam suatu wilayah tentunya berbeda. Indonesia sebagai negara tropis memiliki bentang alam yang unik satu sama lainnya, dikelilingi hutan tanpa hp dan sinyal seperti saat ini tentunya membuat suatu kebudayaan menjadi berbeda dan eksklusif. Bahkan kondisi bentang alam menjadikan terjadi nya iklim lokal yang berbeda - beda. Ambil contoh di sulawesi selatan, pegunungan di sana memisahkan sulawesi selatan bagian barat dan timur memiliki cuaca dan bahkan vegetasi dan fauna yang berbeda. Dan tentunya masyarakat lokal saat itu memiliki respon yang berbeda terhadap lingkungannya. Kalau kebudayaannya berbeda bukankah pengetahuan juga akan turut berbeda? Dan pengetahuan yang berbeda akan menghasilkan ilmu pengetahuan yang berbeda? Atau ada yang salah dengan cara pemikiran gw? Entah.

Pengelolaan sumberdaya alam tentunya bukan hal yang mudah. Bukannya pesimis, tapi pengelolaan yang salah akan memberikan dapak yang nyata terhadap daya dukung lingkungan itu sendiri dan manusia sebagai subjek dari pengelolaan sumberdaya alam akan terkena imbasnya. Imbas ini bukan hanya bertahan di satu generasi saja, dampak ini bisa bertahan hingga jauh ke depan dan terasa ke anak cucu kita. Selanjutnya yang menimbulkan pertanyaan dalam benak gua apakah pengusahaan sumberdaya alam juga turut mendorong rusaknya alam kita ini. Gw jadi inget kata - kata dari salah seorang karakter di buku yang pernah gw baca, "Man is the only animal that can destroy the world. Beasts live only in the present, but humans have the capacity to live for future, to lay down plans for their children and grand children, plans that can take years, decades, even centuries to mature."

Padahal sumberdaya alam diciptakan untuk menyokong hidup manusia kan? Tapi pengusahaannya justru menyebabkan kerusakan terhadap SDA tersebut. Adakah yang salah sebenarnya dari pengelolaan yang kita lakukan selama ini? ada satu buku karangan dosen gw yang menarik perhatian gw. Tentang sebuah pengetahuan yang berasal dari suatu kebudayaan. Dari buku itu gw jadi berpikir untuk mengatasi krisis sumberdaya alam yang banyak diributkan orang - orang saat ini adalah dengan menyusun suatu ilmu pengetahuan yang berakar dari kebudayaan lokal. Dan tentunya agar suatu pengetahuan yang bersumber dari budaya dapat menajdi ilmu pengetahuan perlu diadakan suatu penelitian dan telaah ilmiah agar pengetahuan tersebut menjadi sistematis. 

Anehnya, banyaknya lulusan saat ini cendrung bekerja pada perusahaan - perusahaan singkat kata kita cendrung bergerak dengan orientasi ekonomi. Pernah gak kalian denger ada orang yang lulus pengen jadi peneliti? Jarang kan? Walaupun memang ada juga sih. Kenapa ya? Apa fakta bahwa peneliti tidak terfasiltasi baik dari segi pendanaan dan juga fasilitas. Atau bahkan mungkin tidak terjaminnya hak intelektual di sini. Atau bahkan adanya campur tangan politik yang menyetir peneliti itu sendiri makanya peneliti merasa tidak betah dan nyaman? Entah, gw juga gak tau. Hanya saja semua aspek dan bidang di negara ini terlihat berjalan sendiri - sendiri semaunya aja. Semuanya terlihat tengah berada di arena balapan. Saling memacu mobilnya untuk saling mendahului.

Sebuah penelitian dilakukan untuk kemudian diimplementasi kan bukan? Tapi yang unik di negara kita sebuah penelitian dilakukan untuk mendukung menjatuhkan sebuah kebijakan yang telah diterapkan. Apa ya yang gak bener, apa yang salah. Sebenernya itu selalu jadi pikiran gw. Mungkin udah saatnya kita mulai mengkaji ulang semua pengetahuan lokal yang kita punya. Pengetahuan yang kita miliki yang diwariskan nenek moyang kita ke suku - suku pedalaman di sana. Mereka yang kita anggap kuno dan menghambat pembangunan. Apa sih pembangunan itu? Sebegitu pentingnya kah label pembangunan kalau toh itu berarti membunuh identitas bangsa kita sendiri dan menjajah kita atas negara kita. Anak muda mana yang sekarang punya rasa memiliki sama negara ini coba. Gw gak berpikiran kita harus hidup kaya suku adat seperti itu. Bukan itu maksud gw. Gw sendiri harus hidup seperti itu juga gak mau. Yang gw maksudkan di sini itu pengetahuan lokal yang sebaiknya kita pelajari dan pahami.

Pengetahuan lokal semacam itu mungkin seharusnya kita angkat dan kita kaji lagi. Kalau perlu kita telaah secara ilmiah untuk mengatasi pengelolaan sumberdaya alam kita. Walaupun bukan solusi nyata dan hanya kata - kata di sini, tapi gw beranggapan pengetahuan lokal bisa dijadikan solusi terhadap pembaharuan ilmu pengetahuan guna mengatasi kelangkaan sumberdaya alam. Toh pengetahuan barat yang kita terapkan untuk mengelola sumberdaya alam hingga saat ini gak semuanya mampu memberikan hasil yang diharapkan. Bahkan beberapa teknik pengelolaan justru terbukti gagal dan menyebabkan biaya yang besar untuk mengembalikan sistem tersebut kembali seperti semula. Jadi apa salahnya dicoba menkaji ilmu lokal kita menjadi sebuah ilmu pengetahuan. Walaupun yah tentunya ini bukan satu - satunya faktor penting dalam pengelolaan sumber daya alam, subjeknya alias kita manusia juga harus diperbaiki.  Sikap super cuek juga harus dibenahi juga tentunya. Korupsi, buang sampah sembarangan, pengolahan limbah asal - asalan, konsumtif, dsb nya. Yah gw percaya kok itu bukan jati diri Indonesia, buktiin lah itu bukan kita. Mau sampai kapan kita ngebuang jati diri kita sendiri? Gaul boleh, modernisasi boleh, gak ada yang salah dengan pertukaran kebudayaan dan ilmu pengetahuan, tapi kita gak boleh lupa lah sama yang kita punya.
Soreeee semuaaa~ Sebenernya ke sini cuma numpang lewat aja, maklum lagi UTS dan ada akun lain yang harus dikerjain hehe. Aniwei, ada rekomendasi film bagus nih di bulan November ini, bahkan kalo gw kategoriin ini film masuk ke 'must watch movie' yang harus ditonton di bioskop. Sayang broh, nonton pake donload mah. Ini asli film unik, dan padahal cuma liat trailernya dan terenyuh. Haha. Di negara kita masih banyak yang kaya gini. Katanya ilmu pengetahuan adalah hasil dari budaya. Ketika budaya asing kita serap mentah - mentah tanpa mendengarkan suara dari diri bangsa kita sendiri apa jadinya? Bukankah kita hanya akan jadi konsumen sains saja pada akhirnya. Sedih sih jadinya. 

Film ini judulnya Sokola Rimba diangkat dari buku Sokola Rimba dan merupakan kisah nyata dari Butet Manurung. Mengambil tempat di sebuah taman nasional di Jambi dan menceritakan kisah anak suku dalam yang ternyata punya rasa ingin belajar yang tinggi. Belum tau cerita fullnya karena belum pernah baca buku aslinya juga. Well, tapi ini teasernya super seru. Yuk nonton rame - rame di bioskop 21 November 2013 :).

Full credit to: Miles Film