Aoraki Mount Cook National Park (source: personal documentation)
 -- te Whare Wānaka o Aoraki 

Rere, rere, ripo ana, e!
Te wai tuku kiri
Te wai tipua
Te kare maioha e rere nei
Ko koe te wai oraka mo to iwi
Rere, rere, ripo ana e! (ano)
Rippling, flowing, swirling around
Your waters lap upon shores of ancestral land
The waters, challenging waters!
Beckoning voices, whistle, whisper, ripple over ripple
You are the life source for your people 
[Waihora!] Rippling, flowing, swirling around

-- Lincoln University Waiata: Te Wai tuku kiri


Apa yang membuat New Zealand menarik untuk destinasi sekolah?

Mungkin banyak yang bertanya seperti itu. Apalagi negara dengan logo daun pakis ini gak sepopuler tetangganya, Australia. Mungkin sudah berulang kali kerap masuk chat yang isinya "gimana di australi?", dan setiap kali pula saya harus jelaskan kalau saya di New Zealand (hahahaha). Jadi kenapa sih harus New Zealand? 

The Beginning

New Zealand, negara kecil di selatan globe ini memang kurang seterkenal sebagai tujuan studi untuk bidang lingkungan, gak seperti negara Eropa atau Asia Timur. Saya sendiri pun tidak tahu soal negara ini sampai suatu waktu pas daftar beasiswa Australia Award Scholarship, saya melihat pembukaan beasiswa New Zealand Scholarship atau Manaaki NZ Scholarship. Saya inget dulu ada kaka kelas yang pernah dapet beasiswa ini. Dari situlah saya mulai cari tahu soal New Zealand. Dari semua hal yang paling menarik perhatian saya itu adalah hutan tanaman di New Zealand. Walaupun luas negaranya gak sebesar Indonesia, tapi sektor kehutanan bisa menjadi penyumbang ketiga GDP. Selain itu, New Zealand juga termasuk negara yang sudah mengimplementasikan jual beli karbon untuk pasar domestik. Padahal saat itu (bahkan sampai saat ini) Indonesia masih berupaya menggodok sistem jual beli karbon. Lainnya, salah satu penasihat KLHK bidang perubahan iklim ada yang bersekolah di NZ, jadi apa salahnya kan belajar di negara burung Kiwi ini tentang perubahan iklim.

Dari sekian banyak jurusan akhirnya pilhan saya jatuh ke Master of Planning, Lincoln Univeristy. Walaupun saya juga consider untuk milih University of Auckland Master of Environmental Science, tapi entah kenapa master of planning buat saya pribadi lebih sesuai dengan yang saya mau. Berhubung saya tertarik dengan isu kesesuaian lahan, dan spatial planning, saya pikir kayanya lebih baik banting setir ke Master of Planning daripada ke isu lingkungan. Pas buka course, saya bingung kenapa kuliahnya sedikit ngobrolin Urban Planning, malah lebih banyak bahas soal lingkungan, water management. Jadi pas awal berangkat ditanya master of planning kenapa belajarnya kayak jurusan master lingkungan, saya bingung juga, karena belum tau. Faktor lainnya milih Master of Planning karena ngincer membership nya New Zealand Planning Institute (NZPI), padahal gak tau juga di Indonesia bisa kepake apa gak hahahaha. 

The Reality

Bisa dibilang masuk ke jurusan ini tanpa ekspektasi apa-apa. Yang jelas suka sama pilihan coursenya, selesai. Tapi ternyata yang didapetin di luar ekspektasi sih. Buat orang lingkungan, kehutanan, atau planner yang pengen belajar planning dari perspektif lingkungan di sini tempatnya. Loh kenapa?

Mungkin karena di sini semua kegiatan itu dimanage sama yang namanya planner. Setiap council (pemerintah daerah) punya posisi yang namanya planner, nah mereka yang sehari-hari berurusan sama perizinan. Mungkin mirip sama PTSP. Di sini yang namanya planner dihargai betul-betul. Planner juga gak bsa sembarangan orang, mereka harus yang punya kompetisi sebagai planner yang bisa dibuktikan dengan pendidikan, atau pengalaman. Nah, semua mahasiswa planning secara otomatis berhak didaftarkan sebagai member. Kenapa harus ketat? Karena planner lah yang ngerti segala perizinan dan undang-udang yang berlaku. Dengan adanya mereka risiko litigasi bisa dihindari. Alasan lainnya, planner ini punya peran krusial buat ngejaga kondisi lingkungan supaya berada di ambang daya dukung ligkungan. Nah, planner ini punya tugas review consent (semacam perizinan) dan mereka harus nentuin aapakah kegiatan yang diajuin ini masuk ke klasfikasi permitted, aktivitas yang bersyarat, atau gak diizinkan sama sekali. Nah, si pemegang izin ini juga wajib melaporkan hasil monitoring kondisi lingkungannya ke si council (planner).

Semua sistem ini, tercakup di dalam satu legislasi besar (omnimbus law) yang namanya Resource Management Act 1991 (RMA). Di regulasi itu jelas tujuan dari RMA yaitu untuk mewujudkan pengelolaan berkelanjutan. Dan semua kegiatan di tingkat lokal mengacu ke regulasi ini. Iya jadi di tahun 1991, pas kita masih dengan pikiran neoliberal kita, New Zealand udah punya pikiran ke arah sustainability. Luar biasa kan kutukan negara maju dan negara berkembang ini. Aniwei, intinya master of planning belajar segala hal yang berkaitan dengan RMA.

Awalnya gw mikir ini soal urban, tapi nyatanya konsep planner ini luas. Buat saya yang emang lulus dan kerja di bidang kehutanan, isu kehutanan dan catchment management tentunya jadi isu yang menarik. Nah di jurusan ini beneran difasilitasi, karena tugas planner bukan cuma ngurus urban, tapi lingkungan secara kesulurahn. Oh iya, FYI aja regional council di sini alias pemerintah provinsi di sini wilayah jurisdiksinya ngikutin catchment loh. Jadi buat gw pribadi, ini udah nunjukin bahwa catchment management punya peranan penting dalam regional planning. Mungkin karena pada waktu itu pemerintah NZ sadar kalau terlalu banyak pemerintah daerah bakal bikin susah koordinasi (kayak yang Flyvbjerg bilang semuanya akan kalah dengan 'power' pada waktunya) jadinya mereka ngerombak susunan pemerintah daerah, urusan lingkungan dipegang sama pemerintah provinsi yang wilayaj jurisdiksinya sesuai catchment. Nah pemerintah district tugasnya ngurusin masyarakat, kayak sampah, jalan, dst.

Awalnya ngerti konsep ini susah sumpah. Gimana gak, RMA aja udah 600 halaman, belum regulasi lain misalnya Local Government Act. Ini juga belum termasuk National Direction (statutory di bawahnya act, di Indonesia setara apa ya?). Tapi waktu pelan pelan review balik, bandingin ke Undang Undang Kehutanan dan flashback ke masa kuliah ternyata isu integrated planning ini luput. Seenggaknya yang gw tangkap selama kuliah kehutanan itu adalah single entity yang dimanage sama KLHK, tapi koneksi dengan land use lainnya kurang dihighlight. Kalau ditanya soal planning kehutanan ya yang gw tau planning di tapak, planning kehutanan di tingkat nasional tentu saja saya tak tahu Hahaha. Soal Rencana Kehutanan Tingkat Nasional aja, gw kurang aware dan pentingnya apa gak tau. Rencana Strategis KLHK baru tuh gw paham. Ini antara gw yang gak merhatiin di kelas, atau memang gak sebegitunya di highlight. Padahal kata orang perencanaan yang baik bisa bantu ngeluarin output yang baik (Biar gak semerta merta begitu ya). 

Well, keliatannya itu dulu. Perut mulai lapar, dan tugas dan disertasi mulai memanggil. See you!


PS:
And again, satu satunya di ingetan gw, dosen yang pernah bahas soal planning kehutaan tingkat nasional itu almarhum Pak Nana, pertanyaannya simple "Kamu tau apa itu TGHK? tau gak hubungan dan permasalahnnya dengan RTRW apa?" Iya pertanyaan itu sukses bikin ngulang sidang PKL Hahahahhaa. Thank you Pak
Rasanya masih kemarin, gw, wulan, alfred galau mau penelitian S1 apa. Hati sudah terlanjur jatuh hati dengan hidrologi, tapi konon katanya kalau ambil hidrologi harus siap lulus lama karena dosennya sakti sakti. Satu dosen bener bener mencuri perhartian gw, karena cara ngajarnya yang cukup unik. Gayanya yang tengil dan nyebelin makin bikin penasaran. Biarpun tengil tapi semua yang beliau bilang make sense. Beliau punya mimpi banyak, banyak banget sampe kadang mikir, ini orang beneran gak sih. Cuma beliau terkenal angin anginan, dan susah ditemuin karena banyak projek. 

Saat penentuan dosen pembimbing pun tiba, gw, alfred dan wulan akhirnya resmi dibimbing oleh beliau. Kita mulai nyusun strategi biar bisa lulus cepet, tapi kata Bapak "PKL dulu". Okelah akhirnya kita PKL dulu. Biarpun gak mesti anak satu bimbingan satu kelompok, tapi kita bertiga mutusin untuk pergi PKL bareng dengan ditambah dua orang lagi. 

Siapa sangka, ibarat takdir dosen penguji hasil PKL kelompok kita itu beliau. Tanpa pemikiran apapun kita masuk untuk dites pengetahuan kita selama PKL. Well, kita udah tanya temen lain yang udah ujian dengan dosen lain, mereka bilang itu gampang banget. Ternyata nasib kelompok kita gak sama. Di hari H kita dibikin check mate, sama pak Dosen. Mulai dari nanya pendapat soal penentuan petak tebang, pendapat soal TGHK, pengetahuan soal schmidt ferguson, sampai disuruh nerjemahin laporan BCR nya di dokumen perencanaan si HPH itu. Dengan nilai di bawah 60 kita diminta untuk ngulang ujian PKL itu. Muka kita berlima pias, gimana gak, kita satu satunya kelompok yang remedial. Memang bapak satu ini punya standard tinggi. Untungnya di ujian kedua kita berhasil lolos, mungkin bapak sangat berbaik hati saat itu.

Usai ujian, kita ngebut buat bikin proposal. Tujuannya lulus cepet. Gw sama alfred milih yang gampang, pemodelan hidrologi pake SWAT. Alasannya kalau gw karena ya gw tertarik sama software. Wulan lebih expert lagi dia neliti soal sumur resapan. Dari situ di mulai up and down kita. 

Pertama, beliau ini sibuk banget. Jarang ada di kampus. Setiap ke kampus kalau ketemu bibi yang di kampus yang kita tanya cuma satu "Bi, bapak ada gak?". Kalau bibi blg ada di gedung sebelah kita langsung ngibrit ke sana buat nyegat beliau kalau emang lagi kepepet. Kadang-kadang kita nitip temen buat ngasih tau kalau ada mobil bapak atau gak. Sampai kita hafal, mobol bapak itu chevrolet putih dengan plat nomor *****. Mobil yang bapak bangga banget karena punya heating system 😑. Kalau ketemu bapak kita selalu cs-an, sama alfred, sama wulan. Janjian bareng kalau ketemu bapak. Apalagi alfred paling males wa bapak, katanya gak pernah dibales, kalau gw ama wulan yang chat baru dibales hahahaha. Kadang kadang kita janjian sama ade kelas atau kaka kelas yang sebimbingan. Pokonya segala cara buat nyari tau bapak ada di mana. 

Kedua, bapak ini moody. Kalau moodnya ga bagus siap siap deh revisi bludak. Alfred korbannya. Udah begadang semaleman eh taunya pagi dimarahin. Hahahhahahaha. Siapa suruh ngeburu buruin bapak. Dulu gw pernah udah disetujuin nih, udah tanda tangan uji petik, pas ketemu bapak, komen bapak cuma satu "apa ini, penelitian kamu sampah". Dan gw harus rombak dari awal running model. Tadinya gw lagi makan di kankor, makan rendang pula mahal. Gara gara liat mobil bapak, gw tinggal kan. Demi bertemu bapak, dengan pikiran bakal ditandatangan itu skripsi terus sidang deh. Eh taunya malah disuruh ngulangi. Langsung ga nafsu makan, balik gw. Masih utuh makanannya pula. Pulang pulang nangis, karena stress. Ya gimana udah overload, yang lain udah lulus gw masih disuruh ngulang. Tapi otak gw blg "jangan nangis, nangis ga nyelesein apapun". 

Tapi, berkat bapak gw belajar untuk terus maju. Untuk sabar, dan ya ga nyerah. Klise sih, tapi jujur itu kerasa banget. Pas bimbingan hobi nungguin bapak berhari hari. Pas lulus kerja jadi wartawan harus nunggu narasumber berjam jam. Dikatain narsum udah biasa, gimana gak, sama bapak kalau lagi gak mood bisa pedes bentakannya. 

Well, bapak juga luar biasa iseng, apalagi waktu skripsi. Dia bersekongkol dengan pak Dar dan Pak wayan tapi gagal hahaha. Gw ga nangis haha. Untuk penutup bapak ngasih wejangan, "ini baru permulaan, terus belajar".

Satu dari beribu hal yang gw banyak belajar dari bapak, jangan pernah berhenti belajar dan jangan lupa berbagi ilmu. Bapak selalu gak ragu belajar dari petani, seenggaknya itu diingetan gw. Dan beliau ga mandang rendah mereka. Pernah suatu waktu gw lagi ngobrol soal hutan rakyat. Beliau ngeluh kenapa anak kehutanan ga ngerti marketing dan rantai pasok, kata beliau "petani itu udah ngerti cara nanem, dan sebagainnya, mereka di lapang mereka tau kendalanya. Yang mereka butuhin itu ide, inovasi, dan market. Lulusan kehutanan jangan cuma ngajarin nanem". Beliau juga hobi cerita sejarah. Menurut dia hidrologi itu kalau mau dikelola kita harus tau sejarahnya. "Tau gak, kalau dulu itu cimanggu sawah, airnya dari empang dialirin, makamya cimanggu gampang tergenang". Dst. Banyak komplennya beliau buat perbaikan kehutanan, kekhawatiran beliau soal lulusan baru. Gw seneng dengerinnya. Dan berkat beliau gw dikasih kesempatan buat ngajar, bagi ilmu ke orang lain. 

Waktu gw berhenti dari Tempo karena sakit, gw sempet hampir depresi. Beliaulah yang pada akhirnya bantuin gw buat kerja lagi, dapetin passion gw lagi. Ternyata gw suka soal kehutanan, hidrologi, dan ngajar. Cuma gw nya bandel hahaha, habis dikasih kesempatan malah ke pontianak kerja. Eh pas gw balik bogor, beliau kontak lagi ngajakin kerja bareng. Tapi emang dasar gw nya bandel, gw kabur lagi hahaha. Gw ga bisa diem di satu tempat, dan itu kelemahan gw emang. Rasa ingin belajar gw bikin gw seneng buat belajar hal baru. 

Bapak, termasuk salah satu orang yang tau struggle nya gw nyari beasiswa. Pernah gw nyamperin beliau ke jakarta buat minta rekomendasi LPDP, pernah juga minta rekomendasi beasiswa jepang. Well, semua itu gagal hahaha. Tapi bapak tetep mau ngasih rekomendasi, dan nyemangatin ngasih alternative. Bahkan walaupun di mata gw, gw udah gagal karena gagal beasiswa berkali kali tapi bapak tetep percaya ke gw buat ngajar. Bahkan bantuin nge asisten praktikum s2 hahaha. Aku siapa anak s1 ngasprak anak s2. Bahkan waktu ke NZ bapak juga gw mintain rekomendasi, bapak lupa sih dan akhirnya ga ngasih. Lama banget, ga bsa dikontak. Ternyata asisten bapak nge chat kalau hp bapak ilang, dan beliau masih inget dan nanya masih butuh apa gak. Tapi waktu itu gw udah keterima hahaha, minta rekomendasi yang lain. Akhirnya gw nge chat bapak, waktu itu bapak blg "doain aja projek Fiji tembus, kalau ke Fiji nanti saya mampir". 

Selama di NZ, lagi lagi ilmu bapak banyak ngebantu lagi. Dulu pas masih bikin proposal pernah bapak ngasih satu lecture penuh soal cara nulis paragraph yang baik. Harus ada rebutal nya apa lah. Pernah juga bapak blg, "kamu s1 gak usah macem macem, pokonya kamu harus belajar caranya nulis sama ningkatin rasa ingin tahu kamu". Sampe sekarang itu kepake banget sih, apalagi pas harus ngerjain tugas essay yang harus writing sampe 4500 kata. Efeknya, karena kebanyakan rasa ingin tahu, eh kebanyakan baca jurnal 😓.

Harapan gw tentunya bisa ketemu bapak lagi dan kerja bareng lagi. Mendekati pulang, otak gw udah mulai mikir, buat ngasih oleh oleh apa ya buat Bapak. Saking bingungnya, belum kebeli barangnya. Karena bingung juga mau ngasih apa, ga mau ngasih yang murah, maunya yang berkesan. Tapi ga tau apa. 

Sekarang tahun kedua gw di NZ. Kuliah S2 yang gw cita citain dari dulu, mimpi yang gw kejar dan Bapak tau itu. Sekarang gw lagi proses bikin disertasi. Temanya tentu dong tentang sedimentasi di hutan tanaman, gw review dari sisi planning. Sedimentasi, persis sama dengan topik yang gw ajuin waktu s1 dulu biar bisa dibimbing sama beliau, walaupun pada akhirnya pas S1 gw beralih ke water balance. Setiap proses bimbingan gw jadi inget beliau. Rasa up and down waktu dibimbing beliau. Well, sekarang aku bisa pak~ cuma butuh sebulan buat garap proposal dan baca berpuluh puluh jurnal. Ilmu yang dulu pernah beliau ajarin buat nulis juga kepake banget dan bahkan masih gw inget ampe sekarang.

7 Januari, alfred mimpiin gw ama wulan. Mengenang nostalgia PKL dan dibimbing bapak, akhirnya wulan bikin grup wa "nana's foundation". Isinya, ya ngalor ngidul gak jelas. 

13 Januari, gw lagi di welington, liburan. Tiba tiba ada email cinta dari dosen pembimbing disuruh revisian. Akhirnya terpaksa revisian sambil jalan jalan. Pas lagi mikir mau revisi gimana, chat wa masuk. Orang orang tanya "Pak Nana gapapa?". Deg, kenapa nih. Ternyata bapak kritis, dan butuh sumbangan plasma darah. Hari itu semuanya bikin gagal fokus. Akhirnya revisi dikirim seadanya, yang penting udah jawab. Besokannya, dapet kabar sumbangan darah udha dapet dan bakal dicek cocok apa gak. Di hari yang sama dapet kabar istri Bapak meninggal. Gak tau, tapi gw sedih aja. Gw ga kenal sama istri Bapak, tapi rasanya kehilangan orang terdekat pasti sedih. Lusa dapet kabar bapak udah lolos dari kritis. Di grup wa nana's foundation kita mulai becanda lagi.

22 Januari, gw lagi jalan ke invercargil. Tiba tiba chat masuk lagi. Kali ini dari Hae "Maw". Gw punya feeling ga enak. Karena hae yang gw ajak curhat soal pa nana pas lagi sakit. Langsung gw buka hp dan check grup wa, bener aja. Salah satu grup wa mengabarkan berita duka soal Bapak. Dengan alasan sakit gw skip liat sunset. Gw ga butuh sunset. Gw butuh sendiri. 

20:55 Invercargil, living on dee motel
Banyak pikiran yang berkecamuk di kepala gw sekarang. Sedih, marah, dan sebagainnya. Hari ini, gw kehilangan sosok yang gw teladanin, sebagai guru, sebagai bapak. Gw ga ngerasa pernah berhasil bales kebaikan beliau. Gak tau lagi gimana. Sekarang ga ada lagi orang yang gw bisa ajakin tukar pikiran soal ide gila. Gak akan ada lagi yang ngechat ngajakin proyekan SWAT. This is too much. Tapi mungkin ini yang terbaik buat Bapak. 

Terima kasih Pak Nana Mulyana Arifjaya. Terima kasih


Siapa yang tak tahu New Zealand, sejak film the Lord of The Ring, tempat ini menjadi terkenal sebagai set film hobbiton. Selain itu, salah satu variety show kenamaan korea, Running Man pun pernah melaksanakan misi berbahaya di Nevis Swing. Bahkan baru-baru ini aktor kenamaan Indonesia, Ringgo beserta keluarga pergi jalan-jalan ke New Zealand dan berkemah dengan campervan. Wajar jika minat untuk berkunjung ke negara tersebut semakin hari semakin meningkat. Tapii, selain untuk berwisata, New Zealand ini bisa juga menjadi salah satu tujuan studi kalian loh. Jadi lumayan kan bisa bersekolah sambil wisata kalau duitnya ada. Buat yang ingin sekolah tapi terbatas di biaya, mungkin New Zealand Scholarship bisa jadi salah satu beasiswa yang dituju.

New Zealand Scholarship atau beasiswa Selandia Baru merupakan beasiswa dari pemerintah NZ melalui Ministry of Foreign Affair and Trade (MFAT). Beasiswa ini umumnya dibuka setiap bulan Februari dan deadline di Bulan Maret. Adapun untuk Indonesia beasiswa ini ditujukan untuk Postgraduate Certificate (6 bulan); Postgraduate Diploma (1 tahun); Master’s Degree (1-2 tahun); dan PhD (3.5 tahun). Sayangnya, untuk S1 hanya ditujukan khusus untuk Timor Leste. Biasanya kuota beasiswa ini setiap tahunnya sekitar 60 orang (catatan tahun 2019). Beasiswa ini biasanya dibuka pada tanggal 1 Februari dan deadlinenya sekitar pertengahan Maret, so yang berminat bisa bersiap mulai sekarang.

Jadi apa aja sih yang ditanggung sama beasiswa ini? Jadi yany ditanggung itu adalah tiket pulang pergi. Lalu ada juga uang mingguan NZD 491 per minggu yang dibayarin per minggu. Pas awal kedatangan kita juga dapet namanya uang establslishment NZD 3000. Selain itu hal-hal lain yany ditanggung itu termasuk visa, medical checkup, vaksin MMR (tahun 2019), IELTS (yang tes sendiri), asuransi kesehatan, asuransi perjalanan, biaya riset dan tesis, dan tiket mudik (ada syaratnya). Untuk sistemnya nanti mungkin akan update lagi kalau udah ngalamin sendiri kali yaaa.

Pada dasarnya persyaratan untuk mengajukan beasiswa ini gak sulit loh. Untuk mengecek apakah kita bisa melamar beasiswa ini dapat cek ke eligibility test mereka ya. Adapun syarat-syaratnya yaitu:
  • Berusia minimal 18 tahun, dan untuk batas atas umur memang tidak ditentukan. Namun, memang ada preferensi umur di bawah 40 tahun.
  • Untuk bahasa, sertifikat bahasa yang diterima itu IELTS, TOEFL, dan PTE Academic (disarankan IELTS). Nilai minimalnya mengikuti ketentuan dari masing-masing universitas. Jadi tolong cek syarat dari universitas yang akan dituju terlebih dahulu untuk tahu standard minimum kemampuan bahasa Inggris. Kalau sudah ada yang memiliki sertifikat tersebut dapat digunakan dalam proses aplikasi dengan catatan sertifikat tersebut dikeluarkan dalam 12 bulan terakhir dan ini bisa di-reimburse. Kalau semisal kalian lolos ke tahap tes bahasa Inggris dan belum punya sertifikat bahasa nantinya akan dilakukan tes IELTS yang dikoordinir oleh NZS.
  • Pengalaman kerja untuk yang akan melanjutkan ke S2 dan S3, dengan ketentuan satu tahun untuk kerja full time dan 2 tahun untuk part time
Sama seperti beasiswa lainnya, hal lain yang perlu diperhatikan adalah fokus studi yang mereka harapkan dari pelamar beasiswa. Semakin linear jurusan yang diajukan untuk studi dengan fokus mereka tentunya peluang kita untuk bisa diterima juga akan lebih besar. Untuk melihat fokus studi yang diharapkan oleh NZS dapat melihat link berikut (klik di sini). Jangan khawatir kalau jurusan S1 kalian tidak linear dengan S2 kalian. Peluang kalian tetap ada, selama kalian bisa membuktikan bahwa S2 yang kalian ambil nantinya akan memberikan impact buat karir masa depan kalian (awardee ada yang tidak linear S1 dan S2 nya dan tetap lolos).

Kalian mungkin bertanya-tanya seperti apa sih proses beasiswa ini. Pada dasarnya proses beasiswa ini tidak ribet dan dokumen yang harus dipersiapkan pun sangat sederhana. Berhubung ada kemungkinan proses dan dokumen berubah jadi untuk selanjutnya gw akan lebih berfokus pada pengalaman proses beasiswa itu aja yaaa. Berhubung gw melamar untuk S2 mungkin akan berbeda dengan mereka yang daftar S3.

Untuk memudahkan penjelasan berikutnya, bisa dicek dulu alur beasiswa Ini.


Proses beasiswa (berdasarkan pengalaman tahun 2019)

Persiapan Dokumen dan Aplikasi

Aplikasi NZS pada dasarnya merupakan aplikasi online yang terdiri dari essay yang harus dijawab dengan jumlah kata yang tidak terlalu banyak. Saran saya untuk memoles essay ini sebaik mungkin. Bila memungkinkan menyediakan data-data relevan dan tidak bertele-tele.

Tahapan ini merupakan tahapan paling penting tapi sering dianggap sepele oleh para calon - calon pengejar beasiswa, termasuk saya dulu. Belajar dari pengalaman tahun 2018, saya mempersiapkan beasiswa tahun 2019 ini dengan lebih matang. Berhubung saya menyimpan aplikasi tahun 2018 jadi saya bisa mempersiapkan essay untuk beasiswa ini dengan lebih baik.

Selain itu, pada aplikasi ini kita juga diminta untuk memilih maksimal 2 universitas yang ingin kita lamar. Ada 8 universitas dan 3 institut yang bisa dipilih pada beasiswa ini (klik di sini). Untuk mengisi bagian ini, akan lebih baik kita mengunjungi universitas yang diminati untuk mengetahui course yang disediakan. Jika belum tau, bisa mengecek satu per satu universitasnya. 

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah, pada NZ terdapat dua opsi master yaitu master by taught dan master by research. Pada master by taught kelulusan tidak perlu membuat thesis, sekalipun ada thesis angka kreditnya tidak sebesar yang melalukan master by research, kelulusan juga ditentukan oleh kriteria yang berbeda tergantung jurusannya. Master by taught ini mungkin tidak begitu familiar di Indonesia, mengingat di sini hampir seluruh perguruan tinggi mewajibkan thesis untuk lulus, seperti master by research. Jangka waktu master by taught juga cenderung lebih singkat. Bagi yang ingin S3 akan lebih baik jika mengikutii master by research (saran salah satu awardee).

Untuk dokumen yang harus diupload, menurut gw sih sederhana banget (All Hail NZS!). Syaratnya yang sederhana ini yang bikin gw akhirnya memutuskan untuk apply beasiswa ini lagi, berhubung jadwal kerja saat itu memang membatasi gw untuk ngurus yang terlalu ribet. Dokumen yang harus diunggah pada tahap ini yaitu, (i) transkrip berbahasa Inggris; (ii) ijazah berbahasa Inggris; (iii) paspor/ akta lahir berbahasa Inggris. Sejujurnya gw udah lupa dokumen apa aja yang harus diupload, tapi seinget gw, gw juga unggah CV terbaru. Tahun sebelumnya gw juga unggah IELTS tapi berhubung pas apply tahun 2019 dokumen IELTS gw udah habis masa berlakunya dan hasil terbaru belum keluar dokumennya jadi di aplikasi tahun 2019 gw ga melampirkan dokumen IELTS cuma nulis skornya aja untuk bagian English requirements. 

Bentar, jadi gak perlu dokumen IELTS? Iyup betul! Ini yang bikin salut sama beasiswa ini. Dia ga perlu IELTS di awal. IELTS akan dites saat udah lolos tahap wawancara, dan akan dikooordinir langsung sama NZS nya. Khusus untuk S2 kalau pas hasil IELTS masih kurang di bawah requirements dia masih mungkin untuk lanjut ke tahap evaluasi akhir untuk dapet beasiswa. Sebagai catatan beasiswa ini ga menargetkan English requirements tertentu walaupun memang baiknya mengikuti standar yaitu overall 6,5 dan seluruh band ga ada yang di bawah 6, yang dijadikan standar adalah standar English requirements dari universitas masing-masing. 

Jadi kalau pas tes IELTS ga lolos masih mungkin dapet beasiswa? Jawabannya mungkin banget. Nanti berdasarkan nilai kalian, kalian akan diikutsertakan ke kelas Bahasa Inggris untuk kemudian kembali tes IELTS. Jangka waktu kursus ini beragam ada yang 3 bulan ada yang 6 bulan tergantung nilai. Seandainya setelah waktu ujian yang ditetapkan nilai masih jelek, kalian masih diberikan kesempatan untuk retake ujiannya. Cuma berapa kali batasnya itu harus dipastikan lagi tergantung kebijakan beasiswa nya.

Tahap Assessment of longlisted applications dan Online psychometric testing

Selamat, jika berhasil melalui tahap initial screening kita akan masuk ke tahap ini. Jadi jika berhasil artinya kalian sudah masuk ke longlist applicant. Nah selanjutnya akan disaring kembali sehingga didapatkan nama untuk short list. Tahapan ini bisa dibilang tahapan paling sederhana dan gak makan waktu lama. 

Ini adalah tahap ketika saya gagal di 2018 (TMI wkwk). Sempet tanya sama awardee dulu dan dia sih ngakunya gak dapet tes ini. Jadi masih meraba-raba ini tuh tes apa. Pada dasarnya tes psikologis ini terdiri dari abstract reasoning test dan online presonality test. Mungkin semacam aptiuted test gitu kali ya. Testnya online (Yeah!), nanti link untuk mengerjakan akan diberikan beberapa hari setelah pemberitahuan bahwa kita lulus dari initial screening. Link tersebut berlaku 14 hari, kita bisa test kapan saja dalam 14 hari itu. Jadi inget-inget ya, jangan sampai bablas. Soalnya seidikit waktunya juga sebentar, tapi inget menyepelekan pangkal kegagalan. 


Tahap Interview

Alhamdulillah, tahun 2019 akhirnya saya berhasil melewati tahap assesment longlist dan berhasil masuk ke shortlist untuk wawancara. Ini tahap yang paling bikin deg-degan. Ada baiknya berdiskusi dengan awardee yang sudah menerima untuk latihan tanya jawab. Untuk tahap ini gw akan sangat merekomendasikan ikut grup pengejar beasiswa NZS lainnya, misalnya grup NZS Indonesia di telegram. Biasanya mereka akan latihan tanya jawab tuh, gimana pun juga bahasa Inggris itu bukan bahasa ibu jadi tetep harus dilatih kan kecuali kalian kerja dan tiap hari ngomongnya bahasa Inggris. 

Pertanyaan beasiswa ini juga gak jauh jauh dari pengalaman kerja dan historis akademik. Dan paling penting, kenapa sih kalian ngambil jurusan dan universitas itu. Sebenernya sih ini pertanyaan standar untuk setiap beasiswa. Linieritas dengan kerja dan akademik serta mau apa dan akan jadi apa setelah lulus. Sepele ya? tapi justru ini yang bikin saya gagal pas interview LPDP tahun 2016 karena kurang matang di bagian ini. Di tahun saya, yang wawancara saya ada 2 orang, satu orang dari Scope Global dan satu orang lagi dari kedutaan besar New Zealand. Pertanyaannya kaya apa? tenang aja nanti kalian bakal tau jenis pertanyaannya karena bakal dijelasin di e-mail (baik banget kan). Udah gitu dari tanggal pengumuman sampai interview ada waktu sekitar 1 bulan lagi, jadi cukup banget buat persiapan. Waktu itu kebetulan memang bertepatan dengan libur idul fitri sih kalau gak salah. Interviewnya setelah idul fitri sekitar bulan Juni, pengumumannya akhir Mei. 

Khusus untuk tahap ini, gw iseng bikin mini summary gitu soal New Zealand, dan universitas yang gw ambil, beserta perkiraan biaya hidup dan biaya lain-lain. Dulu pas tes LPDP ada yang pernah iseng nanyain ini ke gw soalnya hahaha. Gak ditanya sih tapi better be prepared sih. Gw juga bikin list referensi bacaan soal bidang gw, lagi lagi karena dulu pas di LPDP gw sempet ditanya berapa jurnal dan apa aja jurnal yang pernah gw baca. Gak ditanya juga sih ini, tapi ini pertanyaan yang bikin gw kepikiran sejak saat itu hahahahhaaha.

Meskipun baik banget, udah dikasih kisi-kisi tapi tetep aja bukan gw namanya kalau gak melakukan hal-hal yang aneh. Kebodohan yang saya lakukan pada tahap ini adalah, seluruh vocab yang saya inget buyar. Luar biasa hahahhaa. Pertanyaannya gak sulit standar aja, tapi otak saya freezing hahahhahaaha. Jadi kejadiannya itu saya dateng ke lokasi kira-kira satu jam sebelum jadwal interview, kebetulan saya dapet jam 12.30, mepet kan sama zuhur. Dulu pas wawancara LPDP lama banget jadi saya mikir ah solat dulu lah, terus izin ke resepsionisnya. Ternyata jauh juga lokasi solatnya. Akhirnya saya balik lagi sekitar jam 12.15, pas cek hp eh ada telpon dong dari scope global (yang koordinir proses seleksi). Setengah panik akhirnya gw telpon balik apa wa balik gitu lupa. Akhirnya masuk ruangan buru-buru jam 12.20, sempet papasan sama interviewernya juga yang mau keluar ruangan dia bilang "Eh kirain masih lama". Komentar biasa aja sih, cuma jujur aja momen ini bikin blank, kan gak enak telat (yah ga telat sih sebenernya) hahahahahhahahahahhaha. Terus selama interview gw ngaco lagi. Akhirnya pas balik ke rumah gw udah pasrah "ah gak bakal lulus dah ini, kacau". Ya tapi mau gimana lagi, udah kejadian kan cuma bisa pasrah hahahahhaha.


Tahap Tes IELTS

Yas, tahap tes IELTS. Jadi buat kalian yang gak melampirkan dokumen IELTS pas screening dan yang belum punya IELTS ini adalah tahap yang harus kalian lalui. Jarak dari interview ke hasil interview tahun 2019 makan wakru satu bulan, pengumuman diumumkan pas bulan Juli. Buat yang udah punya hasil test IELTS dalam range satu tahun (kasus gw tes IELTS tanggal 1 Juli 2018 - Juli 2019) gak perlu ikut tes lagi dan bisa langsung melapor ke koordinator seleksi dengan ngasih berkasnya, dalam kasus gw ke Scope Global, ke Mba Riri yang baik hati. 

Jadi seluruh peserta yang lolos pada tahap ini akan dihubungi oleh Scope Global untuk menanyakan jadwal preferensi tes. Sejujurnya gw lupa, hahaha ada beberapa tanggal yang bisa dipilih. Untuk lokasi ada 2 lokasi pilihan yaitu, di Jakarta dan Surabaya. Nanti untuk biaya PP dan sarapan serta hotel buat yang di luar kota akan disediakan oleh NZS yang dikoordinir oleh Scope Global tentunya. Nah, kalau gw karena gw punya sertifikat IELTS Maret 2019 jadi sertifikat gw bisa dipakai dan gak perlu tes lagi. Ini gw laporin pas ditelpon, nanti mereka akan tanya "apakah nilainya sudah sesuai dengan standar kampus yang dituju?". Seperti yang gw bilang, standard bahasa NZS itu bergantung ke universitas masing-masing, jadi penting buat kalian ngecek standar univ kalian yaaa. Biasanya jurusan sosial standarnya cenderung lebih tinggi sih. Kalau sudah oke, nanti Scope Global akan minta dikirimkan dokumennya. 

Nah, di tahap ini sebenernya masalah preferensi sama ketersediaan dana aja sih. Kalau gw, lebih nyaman tes sendiri. Lebih nyaman ngatur waktunya, gak keburu buru juga belajarnya. Toh tes IELTS ini bisa dipakai buat kebutuhan lainnya kan? Jadi ya gak ada ruginya kalau punya. Apalagi kalau ada yang gak yakin kemampuan bahasa Inggrisnya, mending tes duluan aja. Minimal-minimalnya ikut tes prediction, biar gak kaget-kaget amat sama tipe soalnya. Dulu banget, pas mau nyoba IELTS (tahun 2016) karena kok nilai TOEFL ITP mentok, sempet nyoba predictionnya IELTS dulu hasilnya nilai gw overall 5. Ini lebih ke warm up buat gw buat tau tesnya kaya apa, seberapa cepet phase ujiannya, dan yang paling penting buat gambaran biar bisa nyusun strategi buat bagian writting dan speaking. Tricky sih itu. Jujur aja ini ngebantu gw selama proses latihan (btw gw belajar mandiri via yutub dan ngerjain soal). Dua minggu dari prediction gw ambil tes IELTS beneran dan skorn overallnya 6,5 no band below 6. Tahun 2019 gw ambil tes prediksi lagi dan tes benerannya, alhamdulillah naik lagi sih hasilnya.

Soalnya IELTS ini emang agak beda dari TOEFL, tapi gw lebih suka IELTS sih hehehehe. Jadi kalau ujug-ujug kalian tes IELTS di tahap ini tapi belum pernah nyoba tes IELTSnya khawatirnya kaget. Kalau emang yang udah pinter sih kayanya tes dadakan gak masalah. Yang masalah kan yang kemampuan standar kaya gw ini hahha. Masalah lainnya, dari pengumuman lulus ke IELTS sampai ke jadwal tes waktunya gak panjang. Seinget gw pengumuman pertengahan Juli dan akhir Juli udah tes aja. 

Balik lagi, ada yang bilang beasiswa itu maslaah keberuntungan, tapi buat gw gak tuh. Beasiswa itu soal strategi. Kalau lemah di satu titik kita harus cari cara ngakalinnya. Misalnya, yang ngerasa lemah bahasa Inggrisnya bisa ngakalin dengan tes duluan, jadi istilahnya curi start buat belajar.

Selanjutnya setelah IELTS itu waktunya menunggu. Untuk yang tes IELTS, kalian harus nunggu sekitar 2 minggu untuk tahu hasil IELTS kalian. Untuk yang udah tes IELTS sebelumnya dan cuma ngasih berkas IELTS ke Scope Global berarti waktunya nunggu hasil final aja. Sekali lagi inget, gak lulus IELTS bukan berarti kalian gak berhasil dapet beasiswa. Ada skor lain yang dipertimbangkan dalam beasiswa ini untuk penentuan hasil final. Jadi kalian masih mungkin berangkat biarpun gak lulus IELTS khusus untuk S2 ya kalau S3 IELTS gak lulus ya otomatis gagal.


Pengumuman Final Beasiswa

Pas tes ditelpon buat tes IELTS sempet tanya kapan pengumuman finalnya. Waktu itu sih dibilangnya pengumuman final satu bulan, mungkin September. Okei masih lama, waktunya menunggu. Yang namanya beasiswa adalah proses sabar, sabar karena menunggu dan sabar kalau ditolak. Sebenernya nunggu pun gak masalah, kondisinya waktu itu kan gw masih gak yakin nilai skor interview bagus. Oh iya lupa, yang gw denger beasiswa ini mempertimbangkan seluruh nilai kita selama proses ya, jadi udah lulus interview, dah lulus IELTS bisa aja gagal kalau selama prosesnya gak oke, vice versa berlaku ya. Nah makanya berhubung gw ga percaya diri dengan hasil interview jadi gw pasrah aja dan menjalankan hari seperti biasnaya. Sambil mikir ikut beasiswa apalagi ya, apa kuliah pakai biaya sendiri aja.
Pengumuman beasiswa

Ternyata seluruh pikiran buruk gw meleset. Akhir Agustus (yup lebih cepet dari Jadwal) tiba-tiba masuk e-mail cinta kalau gw diterima beasiswa ini. Alhamdulillah! Akhirnya setelah 4 tahun 10 beasiswa gw diterima juga. Banyak amat ya? Iya hahaha, saya ini termasuk yang kurang berntung dalam hal beasiswa-beasiswaan. Mungkin karena gw cenderung ceroboh, atau mungkin karena dulu gw belum mateng merencanakan masa depan gw. Selain itu, gw juga barbar semua beasiswa gw apply gak pake strategi. Misalnya, udah tau prefered coursenya teknik masih aja nekat gw apply, ada yang udah jelas targetnya PNS masih aja nekat gw apply. Karakter gw yang cuek dan cenderung hajar semua ini yang bikin gw lama dapet beasiswa. Padahal yang namanya beasiswa punya karakteristiknya sendiri, kemampuan kita pun gitu. Mengenali beasiswa apa yang cocok dengan tujuan kita dan cocok dengan karakter kita itu sebenernya butuh trik. Makanya beruntunglah kalian yang langsung dapet beasiswa sekali coba.



Tahap Penerimaan Universitas

Eh masih belum selesai? Yup, belum. Masih ada satu tahap lagi. Kalau dibaca dengan teliti emailnya, itu kita tau bahwa ada satu tahap lagi sebelum semua selesai. Makanya ada yang bilang "it's not over until it's over". Hahahaha. Di tahap ini pemberi beasiswa (NZS, MFAT) akan mengirimkan e-mail ke universitas yang kita inginkan (ingetkan waktu awal diminta dua universitas).  Tahap selanjutnya adalah menunggu universitas itu ngehubungin kalian. Di sini tahap deg-degannya. Maslahanya kalau ga diterima universitas bye bye aja dah. 

Waktu itu satu per satu temen-temen yang keterima (kita bikin grup) mulai ngasih tau kalau udah diemail universitasnya. Sementara gw, sampai awal September masih belum dapet apa-apa. FYI, waktu itu gw milih Lincoln University untuk pilihan pertama dan University of Auckland untuk pilihan kedua. Aneh ya? padahal UoA secara ranking yang pertama di NZ, tapi gw emang ga tau kenapa lebih tertarik sama pilihan mata kuliah yang bisa dipelajari di Lincoln jadi itu gw jadiin pilihan pertama gw.

Oh iya, waktu pengumuman kelulusan beasiswa, MFAT ngasih tau dokumen-dokumen yang sebaiknya dipersiapkan karena biasanya diminta sama univnya. Dokumennya itu kira-kira sebagai berikut,
  • Paspor (verified)
  • Akta atau identitas resmi lainnya (verified)
  • Sertifikat/ Ijazah yang sudah diselesaikan (verified)
  • Transkrip beserta skoringnya (verified)
  • Non-verified copy IELTS Test Report Form (TRF) atau tes TOEFL yang tesnya dilakukans sesudah 1 July 2018.
Nah pas tau itu, gw mulai dah nyari-nyari notaris buat legalisir paspor sama akta yang murah. Mahal tau huhu. Untuk Ijazah sama transkrip gw memutuskan ke kampus aja, kebetulan legalisir gw abis hehehehe, salah banget kan. Pas baget gw inget tanggal 5 September pas gw mau berangkat ke kampus buat legalisir gw dapet e-mail dari Lincoln University. Intinya adalah gw diminta ngelengkapin berkas-berkas. Waktu itu yang diminta itu (i) Passport/ akta; (ii) CV tebaru; (iii) Ijazah dan Transkrip dalam bahasa Inggris; (iv) Hasil tes Bahasa Inggris (co: IELTS); (v) statement of research interest; dan (vi) 2 referensi. Oh iya list ini bisa beda tergantung universitas sama jurusan yang diambil ya.

Okei, dari semua yang jelas bakal butuh waktu lama itu nomor iv dan v. Kalau untuk yang butuh legalisir cukup ke notaris kan. Nah sebenernya yang bermasalah lainnya itu pas gw ngajuin ijazah dan transkrip legalisir kampus, entah kenapa kampus tetep minta legalisir notaris. Mungkin di sana kalau legalisir emang harus yang berbadan hukum kali ya.

Untuk referensi emang bikin pusing dah. Mana dosen pembimbing gw lagi umroh pula. Pembimbing gw baik banget, dari dulu selalu bantuin, seenggaknya gw pengen beliau liat kalau kali ini gw berhasil, tapi sayang jadwal beliau gak memungkinkan. Akhirnya sekalian nranskrip ke kampus gw mikirlah buat nyari dosen. Beruntung gw dibantuin ade kelas gw, yang satu lab sama gw di lab hidrologi hutan dulu pas masih ngampus, Mufli. Dia lagi S2 jadi kebetulan ada di kampus, dari dia jugalah gw tau salah satu dosen lab hidrologi available di kampus, dosbing dia dulu. Akhirnya setelah maksa minta ditemenin gw menghadap lah ke dosen tersebut. Seperti biasa, dengan gaya cueknya beliau bersedia. Setelah interview singkat dan ngirimin CV si Bapak pun mulai mengisi. Tinggal satu lagi kan buat ngisi berkas. Nah, beruntung belum lama gw habis ikut training dan kebetulan juga salah satu pengajarnya kepala departemen jurusan gw. Jadi sempet ngobrol dikit. Walaupun minta mah pasti dikasih kan rekomendasi tapi kalau ga pernah ngobrol kan gak enak juga. Jadi inget jalinlah komunikasi dengan dosen-dosen kalian yaa. Gak ada salahnya kan.

Oke referensi aman, tinggal riset. Sebenernya gw kaget gw ngambil taught master kenapa disuruh bikin riset. Rupanya jurusan gw campuran, pantes lama. Hahaha. Untuk yang ini jujur pengalaman kerja dan ngelamar monbukagakusho sedikit banyak ngasih gw gambaran harus ngapain.

Setelah submit balik ke Lincoln (kira-kira 5 hari setelah email notifikasi permintaan dokumen), gw kira bakal lama. Makanya gw masih diem diem aja. Ternyata minggu berikutnya langsung ada LoA dari Universitas. Lagi-lagi penuh kejutan.
LoA Conditional
Di sini kita diminta untuk nyediain Transkrip, Ijazah, dan identitas yang sudah diverifikasi/ legalisir. Sebenernya diminta dikirim via post atau alternatifnya dikirimkan via email saja, tapi pas sampai di sana wajib melapor sambil nunjukkin dokumen asli. Alhamdulillah akhirnya keterima kuliah berarti secara gak langsung aman sudah. Cuma yang beda adalah, jadwal masunya. Biasanya kampus lain kan sekitar paruh semester kedua. Nah kalau di NZ kebanayakan di Semeter pertama (awal tahun) cuma ada beberapa jurusan yang masuk di akhir tahun. Jadi memang agak buru-buru juga sih.

Terus pilhan lainnya gimana? Untuk beberapa kasus bisa aja tawaran masuk universitas datang bersamaan. Tapi untuk kasus gw yang pilihan kedua (UoA) baru e-mail LoA sekitar bulan Oktober akhir, pas gw udah punya visa hahahhahahahhaha. Ada kasus lain yang pilihan keduanya nge-email duluan. Jadi beda-beda emang kecepatan universitas nge-email kita. Tapi pasti kita akan di-email sama mereka, minimal salah satunya.

Mungkin pertanyaan lainnya, mungkin gak kalau gak dapet univ? Jawabannya mungkin aja. Temen ada sih yang gak dapet di pilihan pertama karena gak sesuai dengan requirement matkulnya selama S1. Pas pilihan keduanya juga gak bisa karena gak terbuka buat kelas internasional. Tapi toh akhirnya universitas pilihan kedua ini nyariin alternatif lain, dan akhirnya dia sekelas sama gw hahahaha. Asyik kan punya temen sekelas hahahhahaha.

Tahap Tandatangan Beasiswa, Visa, dan Perisapan Keberangkatan

Setelah diterima pihak universitas akan mengabari MFAT, dan selanjutnya kita akan dikirimkan kontrak beasiswa kita. Lalu kita akan diberikan waktu 30 hari untuk meng-accept dokumen tersebut. Kalau gak ya dianggap mengundurkan diri. Kalau sudah diaacept, tahap selanjutnya adalah proses pengurusan visa. Iya di beasiswa ini kita sendiri yang mengurus visanya. Untuk urusan visa mungkin akan dijelaskan terpisah ya. 

Untuk informasi di beasiswa ini nanti kalau sudah diterima akan ada pelatihan bahasa Inggris selama 6 minggu (untuk tahun 2019) di IALF Surabaya. Jadi yang kerja siap-siap ya buat izin. Gw gak ikut, sebenernya nyesel juga sih karena materinya penting untuk bantu kita ngerjain tugas essay kita. Tapi gw ga mungkin ikut karena gak dapet izin kantor. Soalnya pengumuman September dan Januari udah harus cuti kan, jadi gw diminta nyelesain dulu kerjaan-kerjaan gw. Apalagi akhir tahun kan banyak kerjaan huhu.

------=======------
Nah kira-kira itu proses beassiwa keseluruhan. 

Hal lain yang perlu diperhatiin menurut gw sih soal izin kerja bagi yang ingin kerja lagi di tempat sekarang. Dalam hal ini gw termasuk beruntung, karena biarpun gw baru ngabarin pas lulus (September) gw masih dikasih kesempatan untuk cuti kerja. Gw ga ngasih tau karena udah pesimis gegara ditolak beasiswa terlalu sering dan males ditanya-tanya selama proses hehehe. Tapi ini jangan ditiru ya, minimal kalau dah lulus interview kabarin atasan, khusus PNS kayanya harus ngabarin dari awal proses sama atasan dan Biro Kepegawaian. Gw bukan PNS tapi gw liat PNS ribet banget izinnya ya hehehe. Jangan sampai beasiswa dapet tapi izin gak dapet. 

Kira-kira segitu dulu, jangan lupa buat yang pengen ikut, sebentar lagi pembukaan jadi persiapkan semuanya dari sekarang yaaa. Mulai browsing website MFAT yaaaa. Good luck guys!


Special Thanks:
Pak Nana, Pak Muhdin, Pak Hendrayanto, Mufli, Radya, Haga. Without them I won't come this far. Dan tentunya sahabat, keluarga, dan yang terpenting dalam hidup. Hahaha
Melanjutkan studi ke jenjang lebih tinggi memang telah menjadi target saya setelah lulus, tapi ada satu syaratnya: Gak boleh repotin orang tua. Makanya opsi nya cuma dua waktu itu kuliah sambil kerja atau cari beasiswa. Berhubung kalau liat gaji kayanya miris apalagi fresh graduate waktu itu, akhirnya opsi beasiswa jadi jalan keluar yang paling mungkin. Masalah selanjutnya itu nentuin mau kuliah di mana? Mau di dalem negeri atau di luar negeri? 

Tentunya tingkat kesulitannya bakal beda juga, ke luar negeri jelas menuhin persyaratannya susah, mulai dari harus punya kompetensi bahasa inggris, sampai tetek bengek lainnya pun harus dipikirin. Kalau di dalem negeri gampang sebenernya, bahasa inggris perlu tapi ga setinggi batas nilai kalau mau ke luar negeri, tapi sayang beasiswanya gak sebanyak opsi kalau mau ke luar negeri. Mempertimbangkan hal-hal tersebut akhirnya saya pilih luar negeri saja, karena selain varian beasiswanya lebih beragam, ilmu yang dipelajari juga lebih komprehensif gak partial.

Sebagai pemula dalam mencari beasiswa di otak saya cuma ada LPDP, Monbukagakusho, dan INPEX. Dulu, saya memang suka banget soal Jepang jadi saya menjadikan negara tersebut sebagai negara tujuan saya pada awalnya. Untuk kuliah ke Jepang opsi-opsi tersebutlah yang kemudian dapat saya apply. 

Untuk persiapan ke Jepang saya memang sejak lulus memang sudah rutin ke acara-acara pameran pendidikan Jepang yang setiap tahunnya di adakan di JCC, nama kegiatanya Study in Japan. Dari sanalah saya tau dokumen apa yang saya perlu siapkan, dan bagaimana proses pendaftaran beasiswa dan universitas. Saya juga jadi sadar daftar kuliah ke Jepang itu sulit yaaa. Minimal harus punya riset proposal dan udah dapet profesornya. Beruntung waktu itu pas ke pameran dapet profesor yang pas banget dengan yang pengen dipelajari jadi wawancara di tempat deh sama profesornya 🙊.


List perjuangan saya, yang lain mungkin lebih banyak hahahahha
Tapi sebenarnya perjuangan pertama saya setelah lulus justru bukan ke Jepang. Beasiswa pertama yang saya lamar itu LPDP, dan universitas yang saya mau waktu itu (Shimane University dan IHE Delft for Water Education) ga masuk list LPDP. Terpaksa muter otak mau kuliah di mana. Berhubung saya sadar kalau ke Jepang minimal perlu profesor, akhirnya saya banting stir ke Australia National University (karena bisa taught master dan ada watershed managementnya) dan Wageningen University (karena ada ekohidrologinya). Biar banting stir tapi jurusan yang kupilih ama fokus risetnya tetep sama kok. Untuk tahapan proses LPDP bisa diliat di postingan lama saya yaaa di sini. Sayangnya meski berhasil sampai ke tahap wawancara, saya gagal untuk memperoleh beasiswanya. Kenapa gagal? mungkin setelah evaluasi diri, saya kurang mampu membuktikan rencana ril saya untuk masa depan. Mau jadi apa, dan seberapa besar ilmu itu bermanfaat. Ditambah saya juga baru saja jadi pengangguran saat itu, jadi masa depan lebih ga jelas lagi. So, saran paling penting adalah, jangan buru-buru resign belum tentu lu keterima juga, dan bisa jadi si pemberi beasiswa ogah ngasih karena ngeliat kalian ga punya masa depan.

Pengumuman LPDP waktu itu di bulan Desember. Sebenernya sebelum masuk Desember saya apply beasiswa lagi INPEX ke Shimane University dengan profesor yang kutemui waktu di pameran pendidikan. Itu pun gagal. Kira-kira batas beasiswanya itu bulan November awal pengumannya pun gak lama. Kali ini gagal gak heran juga. Dulu pernah ada yang wanti-wanti kalau beasiswa INPEX ini menyasar ke anak teknik. Secara si INPEX ini juga perusahaan oil. Cuma namanya juga newbie masih coba hajar aja, kali aja ya kan berhasil. Ternyata dalam melamar beasiswa kalian harus tau background si pemberi beasiswa, apa sih tujuan dia ngasih beasiswa? Fokusnya apa sih? Kira-kira linear ga dengan penelitian kalian. Kalau ga linear apalagi ga nyambung jangan berharap ketinggian.

INPEX gagal, LPDP gagal, plus ditambah pengangguran sebenernya saya drop. Beruntung profesor saya masih semangat. Ditawari lah saya beasiswa monbukagakusho yang jalur university to university (U to U). Beda dengan monbukagakusho (MEXT) yang Government to Government (G to G), kalau U to U ini kita langsung daftar ke universitasnya. Nanti kita akan bersaing dengan mahasiswa yang juga pengen masuk ke universitas itu dari berbagai jurusan dan negara. Beda sama yang G to G yang kita harus saingan sama seluruh orang indonesia yang pengen kuliah ke Jepang (tanpa membeda-bedakan dia mau ke universitas apa). Untuk detailnya bisa dilihat di resume saya soal beasiswa MEXT yaaa. 

Sejujurnya beasiswa Monbu yang U to U ini harapan besar saya. Udah ngurus rekomendasinya perjuangan, profesornya baik (sampai jemput dokumen ke bandara soeta padahal harusnya aku ngirim sendiri ke jepang), tapi sayang belum rezeki. Lagi-lagi down sih iya ya pasti. Udah 3 beasiswa gagal, pengangguran pula, duit mulai sekarat. Dari situlah kayanya idealis aku mulai luntur, ga mesti Jepang yang penting bisa kuliah lagi di bidang yang aku mau. Bahkan sampai sempet mikir worth it ga sih untuk bersabar dapet beasiswa, apa mending cari duit aja. 

Tapi berhubung waktu itu saya udah punya modal LoA ANU, Wageningen, sama IHE Delft. Akhirnya memutuskan ikutan StuNed dan AAS aja sekalian, toh persyaratan kedua beasiswa itu gak rumit. Stuned waktu itu cuma cukup kirim esay, ANU juga sama cuma dokumennya lebih ribet yang harus dilengkapin, tapi yah kan aku udah punya berkat apply beasiswa yang lain. Informasi kedua beasiswa itu saya dapatkan selain dari situs resminya, itu dari telegram. Di telegram banyak banget grup-grup scholarship hunter yang kamu bisa ikutin. Selain itu, beda sama wa, even kamu baru join kamu bisa scroll sampai ke postingan lama. Nah, balik lagi ke StuNed sama AAS. Seperti yang bisa diduga aku gagal lagi, esay aku kurang meyakinkan. Mungkin terlihat suram masa depannya kaya LPDP dulu. 

Nyerah dan capek, akhirnya aku memutuskan accept tawaran pekerjaan ke Kalimantan ber km-km dari tanah Jawa. Tentunya gak lupa aku izin sama profesor ku yang di Shimane kalau aku mau break dulu cari beasiswa. Inget jaga sopan santun, masa giliran ada maunya aja email, kalau ga mau ngilang. Aku pergi ke Kalimantan pad akhirnya di sebuah perusahaan Jepang yang konon katanya water management di gambutnya paling bagus di Indonesia. Informasi itu pun aku baru tau setelah wawancara di kantor itu. Jepang + water management, jadi berasa dikutuk sih ahahha. Niatnya mau nyerah dan ngelupain semua usaha beasiswa (apalagi fokus riset aku manajemen DAS di gambut) kalau begini mana bisa lupa ya gak?

Tahun berikutnya aku udah balik lagi ke Jawa. Kok balik? karena ada kepentingan keluarga yang ga bisa ditinggal mendadak, jadi terpaksa resign dan balik Jawa. Di tahun yang sama itu pula akhirnya aku mutusin buat ikut beasiswa lagi, mumpung IELTS aku masih berlaku tahun itu (aku buat 2016 btw). Tahun ini aku daftar 3 beasiswa, Monbukagakusho yang G to G, AAS, sama NZS. Tahun ini berntung banget karena semua atasan ku support banget aku apply beasiswa ini. Selain itu, tahun ini aku nyoba beasiswa baru New Zealand. Kenapa New Zealand? karena katanya persyaratannya mirip AAS jadi sekalian aja kan, terus IELTS nya juga bisa dibayarin, dan pernah ada kakak kelas yang keterima ke sana. Tahun ini aku cukup beruntung dipanggil seleksi tulis untuk Monbukagakusho, dan tes Psikotes untuk NZS. Kalau AAS, jangan ditanya entah kenapa susah banget masuk shortlistnya, padahal esay udah dipoles secantik mungkin. Lagi-lagi keberuntungan belum berpihak, aku kembali gagal di NZS, dan Monbukagakusho.

Akhirnya di tahun 2019 ini aku sempet niat mundur. Alasannya karena IELTS aku toh udah habis masa berlakunya. Tapi emang dasar godaan setan, aku tes lagi deh karena ngerasa insecure kalau ga punya itu. Bye bye duit tabungan 3 juta ku 😢. Bak lingkaran setan, akhirnya mumpung udah tes IELTS ikut tes beasiswa lagi ah~. Tapi tahun itu aku kaya yang udah ada di titik terendah sebenernya. Aku ngomong sama diri aku sendiri "hei, kalau tahun ini kamu masih ga lulus lagi, ya udah ya udah, capek tau ditolak terus, sedih juga. Kerja aja yang bener terus nyari duit buat sekolah, inget kamu harus nikah dll". Akhirnya aku mulai pilah-pilah beasiswa apa yang sekiranya effortnya ga terlalu besar, ga makan waktu, dan ga bentrok ama kerjaan. Awalnya sempet kepikiran NZS, AAS, Monbukagakusho, sama LPDP. Tapi akhirnya LPDP dan Monbukagakusho aku drop karena ga ada waktu buat nyari-nyari rekomendasi waktu itu, dan LPDP terlalu ribet. Akhirnya ku apply lah NZS dan AAS, dengan dokumen yang ku submit 3 hari sebelum penutupan.

Biarpun di submit 3 hari sebelum penutupan, persiapannya udah dari pas buka. Kok persiapan katanya gampang? iya dokumennya gampang, IELTS bisa disusulin (waktu itu hasil IELTS belum keluar) bahkan kalau yang belum tes pun bisa daftar, gak perlu siapin rekomendasi, yang penting essaynya. Waktu itu juga kebetulan lagi kerja jadi ga mungkin esaynya selesai sekaligus, jadi lebih milih dicicil pelan pelan. Sambil ngecek formulir tahun lalu kurangnya di mana (penting banget simpen formulir beasiswa lalu). Yang waktu itu disurvei jelas kampus, cek jurusan yang dipilih nawarin mata kuliah apa aja. Terus dia Master by Research atau Taught? Untuk tambahan aku juga survei soal negara yang dituju, mulai dari komoditas unggulan, kondisi sosek, yang paling penting prioritas riset mereka (ini penting). Dari situ baru aku gerak buat ngumpulin data-data relevan buat bangun essay. Keren ya kedengerannya? padahal itu risetnya sambil bobok-bobok, sambil nonton, not too serious lah haha. Anehnya seolah semesta mendukung, tetiba di timeline medsos banyak bermunculan informasi soal negara yang dituju, mulai dari speech perdana menterinya, sampai informasi lainnya.

Beasiswa yang keluar pengumumannya lebih dahulu itu NZS. Sama seperti tahun sebelumnya saya kembali masuk ke Long List untuk selanjutnya tes Psikotes. AAS keluar setelahnya dengan surat cinta berupa penolakan. Aku jadi curiga AAS ini memang fokusnya buat ASN kayanya. Lanjut ke NZS, berhubung tahun lalu aku ngegampangin tes 12 soal dengan waktu 14 menit ini, jadilah aku gagal tahun lalu masuk short list. Akhirnya tahun ini aku belajar, mulai dari nyari tau gunanya apa sih aptitude test ini? jenisnya kaya gmana aja? Dan gak lupa sharing temen-temen telegram yang sangat membantu untuk coba free test di link ini. Akhirnya aku lolos short list! 😂 Pertarungan selanjutnya wawancara. Wawancara beasiswa yang pernah kucoba cuma LPDP sama Monbukagakusho U to U itu juga monbukagakusho wawancaranya by e-mail. Lagi-lagi berkat sharing temen-temen di telegram, dan upaya baca berita soal NZ, akhirnya lolos lagi ke tahap IELTS. Berhubung IELTS udah punya juga jadi tinggal kirim dan tunggu pengumuman akhir. Setelah progress agak lama akhirnya pengumuman final keluar. yas! Untuk detail soal NZS bisa dilihat di laman ini yaaa.

Akhirnya, perjuangan 2016-2019, dengan perjuangan 10 beasiswa terbayar sudah. Sebenernya perjuangan beasiswa ini bukan 10 doang sih waktu SMA pernah nyoba AFS tapi gagal (karena ga belajar), lalu nyoba monbukagakusho D3 pas lulus SMA gagal juga karena susah soalnya hehe. Pas kuliah sebenernya pernah ditawari ikut sandwich program (mirip summer course?) tapi gagal berangkat karena ga punya TOEFL dan Passpor padahal waktu berangkat udah mepet. Padahal cuma aku calon tunggalnya ahahaha pasti berangkat, tapi ya sudahlah.

Perjalanan 4 tahun bikin belajar banget, dan sebenernya biarpun gagal gak ngerasa itu sia-sia. Toh aku jadi sering nyemangatin kawan lainnya buat sekolah lagi sambil bagi-bagi tips. Merekanya mah berangkat akunya kagak ahahaha. Jadi buat yang baru 1-2 kali gagal jangan kecil hati, buat yang IPK kecil juga jangan sedih kalian bisa kok berangkat buktinya IPK ku di atas 3 masih gagal segitu banyaknya, soalnya bukan cuma IPK yang dicari tapi kualitas diri juga dinilai.

Ini ada sedikit do and don't untuk beasiswa

Do's
  • Pelajari beasiswa yang diincar dengan baik, mulai dari persyaratan, prioritas pekerjaan (ada yang menargetkan PNS soalnya), prioritas riset, sampai preferensi sertifikat bahasa (IELTS, TOEFL, TOEIC, TOPIC, JLPT, etc).
  • Nah, ada lagi tips yang menurut ku sih penting. Kalau kalian Bahasa Inggrisnya udah jago dan aduhai mau IELTS atau TOEFL mungkin ga masalah. Tapi buat aku yang susah banget nangkep grammar TOEFL ga jadi pilihanku, setidaknya aku coba berkali-kali dan nembusin 550 aja susah (ITP). Akhirnya aku switch ke IELTS, dan alhamdulillah sih lebih mudah buat aku, karena dia lebih ke daily usage gitu bahasa inggrisnya.
  • Cek jurusan kamu, apakah itu taught/coursework master atau research master. Kecenderungannya hampir semua universitas itu research master. Kalau yang taught/ coursework itu di Australia atau New Zealand.
  • Kalau kamu ambil yang research jangan lupa cek apakah sebelum masuk univ perlu profesor dulu atau gak. Jepang atau Jerman setau saya perlu punya profesor. Diskusikan dengan dia mengenai rencana riset kamu, walaupun banyak di antaranya yang menjadikan riset cuma formalitas. Nanti kalau udah di sana bakal di ubah lagi kok. Ada juga univ yang pakai riset/ thesis tapi ga perlu profesor, kemarin di Belanda sih aku ga cari profesor LoA turun.
  • Ada beberapa jurusan yang mixed master by research and taught, kayak punya aku sekarang. Kontak supervisor ga wajib, tapi pas apply kamu harus punya proposal riset, sederhana aja sih proposalnya gak seribet di sini.
  • Sering-sering ikut pameran pendidikan. Fungsinya bukan cuma gali informasi tapi juga buat menyemangati perjuangan sih.
  • untuk beberapa tes yang ada tes psikotes atau aptitude bagusnya kalian belajar. Segampang apapun itu soalnya tolong jangan diremehin, tetep latihan.
  • Untuk essay ditulis sejelas mungkin goal kamu apa, mau jadi apa. Jangan lupa kalau ada data berupa angka atau data-data lainnya yang mendukung silahkan tulis di badan essay biar nunjukin kamu ga asal ngomong. Inget kalau mau beasiswa ke luar, biasanya mereka ga demen esay yang bertele-tele, kamu harus bisa bikin itu singkat tapi berkesan.
  • Jangan pernah putus kontak dengan pembimbing akademis kita. Karena barangkali kita bakal butuh rekomendasi dari dosen. Inget, ada beberapa beasiswa yang emang khusus minta rekomendasi dosen/ akademis, jadi ga bisa kalau cuma sekedar masukin rekomendasi atasan.
  • Gabung ke grup beasiswa untuk mencari informasi detail soal beasiswa yang kadang gak ada di web.
  • Buat yang sudah bekerja dan ingin mempertahankan status kepegawaian kalian, tolong dicek baik baik SOP atau regulasi yang berkaitan dengan kuliah kalian. Kalau perlu pedekate sama bagian HRD dan kepegawaian, biar surat izinnya cepet keluar.

Don'ts
  • Menyepelekan tahapan yang lagi dilakukan. Kadang ada tahap yang menurut kita gampang, tapi sebenernya ga segampang itu. Jangan lengah kalau ga mau gagal.
  • Gak baca booklet atau persyaratan dengan baik. Ini nih banyak dari peserta yang males baca, akhirnya ada aja syarat yang sebenernya sepele sih, tapi karena gak kebaca jadinya kelewat.
  • Membuat mimpi di awang-awang. Saat beasiswa tujuan setelah lulus pasti ditanyain. Sebaiknya kalian paham dan tau mau ke mana. Jangan sampai gak jelas habis lulus kerja di mana. Kalau kalian gak yakin biasanya yang ngasih beasiswa juga jadi ragu.
  • Jangan down kalau beasiswa gagal. Kali aja ya kan, berhasil dipercobaan yang kesekian.

Sekian dulu kali ya untuk tulisannya, sebelum kepanjangan. Buat yang masih berjuang buat sekolah semangat ya~

Natural Forest in Central Kalimantan (source: Personal documentation)
I still clearly remember back in 2010 when I just started my bachelor degree, I read news about the Letter of Intent of Norway in Kompas Newspaper and I also wrote an opinion about it 'somewhere' on this blog (it's too old, I can't even remember what I write for the title). At that time I strongly agree about the agreement, by suspending the forest license the Norway government will give the compensation. If I am not mistaken the amount is about US$ 1 billion. It was still a little amount if we compare this with the income that Indonesia will get if the forest is welcomed for production. I also felt saddened by the argument from the news who said that it wouldn't benefit Indonesia. I thought why 'he' thought like that, I mean it's our responsibility to protect the forest and we shouldn't think only by its benefit. 

Now, Norway will start their first payment to, Indonesia. Although there isn't any official data yet, news in Thomas Reuter Foundation News stated that the first payment is approximately US$ 20 million. Though it's a good start, is it fair enough for Indonesia?

The question above actually is not my statement. When I started my forestry courses in my 2nd year in university, my lecture asked that. He then explains that the donation was a matter of a politic issue, and warn us to not easily swayed with other countries sweet talk. The statement left me questioning my old opinion about the environment. Well, to be the truth I was really thankful for that, I mean we need to be skeptical since environmental issues are one of the crucial issues in Indonesia which involved many stakeholders and people.

We should know that the initial reason for Indonesia Forest Moratorium was to heal our forest, to protect them from any further damage caused by human especially. Another reason for the moratorium is to reduce the emission. To be honest that was a good initiative. However, in my opinion, moratorium itself won't heal our environmental issues. If the moratorium isn't followed by other supporting activities/ regulation we won't go anywhere. 

I mean, do you know that the peat moratorium is also impacted local people? They can't open the land to fulfill their daily life. It's not only about opening land for agriculture but also about the road that connects between villages. We should aware that unlike Java, the other island still has villagers who live near the forest. The moratorium is a good regulation. however we should ask another question for the regulation, then what next, what are your roadmap and your final goal? Extending moratorium clearly isn't a solution. 

After all, every 6 months the related ministry should report the progress to the president. I was always curious about the report, what kind it is, and what is the item they reported. Are they only reported the emission reduction? or are they also conducting in-depth research about how to manage forest after the moratorium, increasing productivity in limited land, developing technology, and develop the capacity building of villagers near the forest? There are a lot of things need to be studied while the moratorium is being prevailing. However, I think I've never heard about the report progress from the government, is that only me?

Having another country to donate is a good thing, yeah whatever the reasons for those countries. But we need to remember that we can't and mustn't depend on it. The donation is a good opportunity for us to research thoughtfully for that, but the future solution needs to be developed too.

Well, I still hoped that the government will be consistent for managing sustainable environment despite the political year. And in the future despite receiving the donation, I hope Indonesia can give a donation for other countries to protect their environment. Yah, off course, the country should prosper its people first before doing that.
Proses Perakitan Kayu di IUPHHK-HA (Dokumentasi: Pribadi)
Making Indonesia 4.0 merupakan salah satu proyek ambisius yang diluncurkan oleh Presiden Joko Widodo pada April 2018 lalu. Presiden Joko Widodo menilai revolusi industri keempat tak akan terhindarkan lagi dan akan segera terjadi, yang menurut laporan lembaga riset McKinsey pada 2015 dampak revolusi industri 4.0 akan menjadi lebih hebat dibandingkan dengan revolusi industri pada abad ke-19 yang merupakan revolusi industri pertama. Bahkan pembahasan mengenai hal ini berlanjut hingga ke pertemuan bilateral dengan Korea Selatan beberapa hari lalu, yang dalam kesempatan tersebut Presiden Joko Widodo mendorong agar investor Korea Selatan membawa dan memperkenalkan teknologi 4.0 ke Indonesia.

Untuk saat ini Presiden Joko Widodo menargetkan 5 sektor dalam proyek Indonesia 4.0 ini. Adapun sektor tersebut adalah industri makanan dan minuman, industri tekstil dan pakaian, industri otomotif, industri kimia, dan industri elektronik.

Sebelum melangkah lebih jauh mungkin ada banyak yang bertanya-tanya mengenai Revolusi Indutri 4.0 ini. Sebagaimana dikutip pada Detik.com, revolusi industri pertama dimulai pada akhir abad ke-18 (atau awal abad ke-19) yang ditandai dengan munculnya alat-alat mekanis yang menggunakan bertenaga uap dan air. Kemudian pada abad ke-20 kemudian dimulailah revolusi industri kedua dimana produksi besar-besaran terjadi. Revolusi industri ketiga dimulai pada awal 1970-an yang ditandai dengan adanya penggunaan elektronik dan otomatisasi produksi. 

Saat ini dunia sudah mulai memasuki termin baru dari industri, yaitu industri keempat atau industri 4.0 Menurut wikipedia sendiri, gagasan mengenai industri 4.0 ini sendiri bukanlah merupakan hal yang baru. Industri 4.0 pertama kali dikenalkan pada 2011 lebih tepatnya pada acara Hannover Fair. Konsep dasar dari industri 4.0 ini sendiri pada dasarnya masih berupa otomatisasi, namun kali ini lebih berbasis pada jaringan, cloud, ataupun cognitive computing

Meski secara gamblang Indonesia baru berfokus pada sektor manufaktur saja saat ini, tapi saya menjadi sedikit bertanya, "akan dibawa ke mana sektor kehutanan pada industri 4.0 ini?". Pertanyaan simple tapi sebagai forester wajar jika saya bertanya demikian. Masalahnya teknologi merupakan hal yang lumrah saat ini. Bahkan bisa dibilang kita sangat tergantung pada teknologi, sebut saja smart home, smart tv, smart factory, dan smart-smart lainnya. Melihat jauhnya perkembangan teknologi saat ini, tentunya sektor kehutanan pun tak boleh tinggal atau kalah dengan perkembangan yang ada. Namun, pertanyaan selanjutnya, sudah siapkah kita?

Untuk menjawab hal tersebut mari kita melihat perkembangan industri 4.0 sektor kehutanan di negara lain, Kanada. Sadar mengenai pergerakan industri menjadi industri 4.0, kanada tergerak untuk melakukan revolusi indutri keempat di sektor kehutanan melalu FPInnovation.

Kanada melihat saat ini adanya gap yang terjadi akibat adanya gap penyebaran informasi yang tidak bisa dilakukan secara ril time di sektor kehutanan. Selama ini update data dari upper stream dari sektor kehutanan dipandang lambat dan menyebabkan kesulitan pengaksesan data. Dengan adanya inovasi industri 4.0 diharapkan sektor hulu kehutanan dapat lebih cepat dalam penyebaran informasi. 

Ada empat hal yang difokuskan dalam pengembangan industri 4.0 pada sektor kehutanan di Kanada. Empat hal tersebut adalah Real Environment, Internet of Forest, Data Analytic, dan Advanced procurement system. 

Hal yang pertama adalah pengumpulan data lapangan yang lebih spesifik dan detail (Real Environment) dengan menggunakan pengindraan jarak jauh dan teknologi pemanenan lainnya. Dengan menggunakan pengindraan jarak jauh diharapkan dapat dilakukan inventarisasi hutan yang lebih efisien. 

Menyadari bahwa dalam melakukan otomatisasi dan penyebaran data secara real time membutuhkan koneksi yang baik maka dalam menghadapi industri 4.0 perlu dibangun jaringan internet yang baik untuk itulah digagas Internet of Forest. Menurut laporan, hingga saat ini hanya 46% dari kawasan hutan yang sudah dapat mengakses jaringan seluler. Meski merupakan negara maju namun nyatanya masih ada keterbatasan jaringan dalam penerapan industri 4.0 di sektor kehutanan. 

Selanjutnya adalah data analisis. Mungkin ini yang sedikit menarik buat saya. Menggunakan database besar untuk menganalisis kegiatan pemanenan yang dilakukan. Dengan adanya data ini pemanenan dapat dilakukan dengan lebih efisien. 

Yang terakhir adalah menggunakan teknologi dalam kegiatan pengadaan. Salah satu hal yang digagas adalah dengan menggunakan AR atau augmented reality iya AR yang itu yang pakai kacamata itu. Dengan adanya AR ini bisa dilakukan pemantauan kondisi hutan tanpa perlu ke lapangan. Menarik bukan?
Ilustrasi Industri 4.0 (source: google image)
Nah itu, rencana Kanada, bagaimana dengan Indonesia? 

Pergerakan ke arah sana yang pernah saya tahu baru sebatas peningkatan SDM untuk level pemerintah. Memang meski demikian sudah ada beberapa hal yang dilakukan untuk pemanfaatan teknologi seperti pemantauan hotspot secara ril time. Pemerintah juga sudah mulai sadar dengan adanya basis data, hal ini dapat dilihat dengan dibuatnya one map policy. Meski memang perlu ditanyakan lagi efektifitas dari program tersebut. Selain itu, saat ini sudah banyak sistem monitoring yang terintegrasi dengan sistem, sebut saja simfoni, SIPUHH, dll. Tapi kembali lagi, SIPUHH misalnya, idenya sangat luar biasa melacak kayu hingga ke tunggaknya. Idelnya barcode ditempel bersamaan dengan penebangan, dan diupload saat itu. Nyatanya? Keterbatasan internet di kompartemen menyebabkan hal tersebut belum terealisasi. 

Pada dasarnya toh kita harus mengetahui bahwa luas Indonesia yang katanya 75% berupa hutan ini tentunya merupakan tantangan besar yang harus disadari oleh pemegang tampuk jabatan. Tentunya bukan hal yang mudah untuk mengatur luas hutan yang begitu besar dan lokasinya jauh dari pusat kota Apalagi yang kita ketahui bersama akses internet yang begitu terbatas pada hutan-hutan pedalaman nun jauh di sana. Padahal internet merupakan hal yang penting dalam penerapan industri 4.0. Akhirnya jika memang ingin bisa berjalan dengan baik industri 4.0 ini perlu ada inisiatif dari para pemegang konsesi untuk mulai berinvestasi untuk hal tersebut.

Untuk penerapan revolusi industri 4.0 ini saya justru lebih khawatir dengan kesiapan pemerintah baik di pusat dan di daerah. Dengan anggaran yang terbatas dan juga SDM yang tak semuanya mampu dan menguasai teknologi ini akan menjadi tantangan tersendiri. Sudahkan KLHK mengantisipasi hal ini?

Sebagai regulator sebenarnya gampang saja bagi KLHK untuk menginstruksikan pemegang konsesi untuk mengembangkan industri 4.0 ini di dalam sistem mereka. Namun, jika dari KLHK sendiri tidak siap saya khawatir data itu akan sia-sia atau lebih tepatnya kurang bisa digunakan. Apalagi selain internet, saya pribadi melihat untuk benar-benar bisa menggunakan industri 4.0 diperlukan basis data yang besar untuk melakukan data analis. Pengembangan teknologi dan model tentunya tak bisa dihindarkan dari data. Semakin lengkap, detail, dan komprehensif datanya tentu teknologi dan model yang dibangun pun akan semakin tepat. Tapi, apakah data kehutanan kita sudah se lengkap itu? Mungkin untuk saat ini belum. Salah satu kawan di FWI pernah bercerita bahwa ia tidak bisa menemukan beberapa dokumen yang sedang ia cari di KLHK. Jika pun ada, apakah KLHK sudah siap membuka datanya ke publik? itu pun menjadi tanda tanya besar untuk saya. Kalau memang KLHK sudah siap mungkin tidak akan ada sengketa terkait dengan KIP beberapa tahun lalu.

Saat sedang berdiskusi dengan seorang kawan, ia pernah bercerita mengenai gagasan atasannya soal pengelolaan hutan berbasis AI. Khususnya pengelolaan hutan di gambut. Wah, ide yang menarik. Tapi mengelola hutan secara manual saja data kita masih kurang, gimana untuk bangun model sampai akhirnya bangun AI? Bukan pesimis tapi realistis. Tapi melihat pergerakan industri sekarang, sudah sewajarnya sektor kehutanan mulai bangun. Buang jauh-jauh lagi anggapan bahwa kerja di kehutanan itu remote, terpenci, dan susah sinyal. Mungkin sudah saatnya KLHK merangkul Kemenkominfo, ataupun BUMN dan BUMS yang bergerak di sektor telekomunikasi untuk memfasilitasi pengadaan jaringan. Tak hanya itu, KLHK harus mulai merapihkan sistem datanya, dan berani mempublish data tersebut secara terbuka tanpa ada yang ditutupi (kecuali ada data konfidensial yang menyangkut keamanan negara misalnya).

Dan tentunya, selain penguatan di lapangan perlu juga penguatan SDM terutama generasi muda. Saya pribadi sadar ilmu kehutanan yang saya dapat di kampus kerap kali kurang terupdate dengan baik. Menyongsong era baru sudah sewajarnya univeritas sadar untuk menyiapkan forester terbaiknya di era digital ini. 

Buat gambaran, yuk mari dilihat video dari FPI.


Jadi forester, sudah siapkah kalian dengan Revolusi Industri 4.0?