Langit benar benar beranjak gelap. Kelihatannya Bogor sama sekali enggan menahan hujannya biar untuk sekejap. Ya perjalanan seorang diriku dimulai. Perjalanan menuju tempat aku pulang. Sebuah angkot warna hijau bertuliskan faten siap mengantarku ke kaki gunung salak. Perjalanan yang panjang.

Sendiri aku duduk di muka, sayang nya aku tak duduk di sebelah kusir yang mengendarai kuda supaya baik jalannya. Aku tak tahu tenjolaya dimana. Seorang adik kelas hanya memberi tahu sekilas bahwa lokasinya dekat dengan curug ciputri. Well, just let's get started.

Akhir akhir ini pikiranku kacau entah apa yang sedang kupikirkan. Aku merindukan hijaunya pegunungan. Merindukan ketika semua muka tampak telanjang di mata semesta. Aku merindukan wajah wajah yang menemani masa sekolahku di sma.

Setelah melalui jalan berkelok yang sepi aku akhirnya tiba di indomaret. Di sana tiga sosok sudah menjemputku, mereka angkatan 28. Berkat mereka aku tak perlu mendaki ke basecamp. Tempat pendidikan dasar berlangsung. Ya aku pergi untuk mengikuti pendidikan dasar, untuk apa? entah yang jelas ini bukan unjuk senioritas sebagai alumni. Hanya melepas rindu pada alam dan pada mereka.

Pikiranku melayang pada enam tahun silam. Hari itu tanggal 25 Desember 2008 di sebuah ruangan di pojok SMAN 3. Sebuah perjalanan dimulai. Perjalanan yang entah mengapa mengikat hingga sekarang. Sebuah perjalanan bersama sembilan orang rekan di kaki gunung salak, Sukamantri.

Di sini aku tengah bercanda dengan senior yang kerap ku sebut alumni tua. Padahal tujuh tahun lalu mereka tengah menggembleng dengan ganasnya. Mandi lumpur, direndam tengah malam, makan daun, merayap di tanjakan berlunpur. Rasanya itu sudah masa lalu. Bahkan aku yakin aku sudah tak kuat lagi. Dulu aku begitu menakuti mereka, para senior itu.

Buku suci dan bendera adalah dua hal yang harus dilindungi. Entah mengapa. Dan tentunya kawan. Ahh betapa kangennya dengan saat itu. Ketika dingin menjalari tubuh. Ketika kami tertidur di bawah bivak sederhana yang dibuat dengan dedaunan. Bahkan kami tertidur ketika membaca buku suci, sebuah buku yang memuat puisi tentang hidup.

Aku angkatan 22. Mereka 29. Setengah mengantuk lantaran belum tertidur aku mesem mesem melihat mereka menangis. Ken meminta mereka membaca doa ayah dan mereka menangis. Ahh masa lalu. Ketika otak telah keram dan dipaksa menghafal doa ayah, kerendahan hati, susan poliz, emil salim dan puisi lainnya yang bahkan tak kuhapal. Saat ini aku sudah lupa banyak. Yang bersisa hanya buku kuning bertuliskan salam risgabo. sebuah buku yang terlihat rapuh lantaran terkena air terus menerus.

Ahh betapa waktu mempermainkan kita. Betapa saat itu menjadi saat yang dirindu. Seandainya ada suatu waktu kita bisa kembali bertemu.

Hei apa kabar satria galuh pakuan?

--Happy 7th aniversary Satria Galuh Pakuan
29 Desember 2015

anwar, ili, dian, novan, ken, cahya, tika, aisyah, dina. You guys are the best present ever

Bersamamu ku habiskan waktu
Senang bisa mengenal dirimu
Rasanya semua begitu sempurna
Sayang untuk mengakhirinya

Melawan keterbatasan
Walau sedikit kemungkinan
Tak akan menyerah untuk hadapi
Hingga sedih tak mau datang lagi