Jalanan kota jakarta yang semula lengang perlahan lahan mulai dipadati kendaraan yang saling berpacu. Jalan yang tadi nya dapat dilalui 100 km/jam semakin siang jalan itu jadi hanya dapat dilalui dengan kecepatan 20 km/jam. Baik mobil dan motor kini bergerak merayap. Keramaian seperti ini merupakan pemandangan biasa di pagi hari ketika masyarakat berlomba lomba menuju tempat tujuannya. Mereka yang pergi untuk bekerja dan juga ke sekolah, semuanya berusaha untuk dapat sampai tepat waktu.
Akan tetapi, datang tepat waktu tentunya hal yang sulit di Jakarta dengan kemacetan yang selalu menghiasi jalan jalannya. Bangun lebih pagi merupakan hal yang harus dilakukan agar tidak terlambat. Mengurangi kuantitas mobil dan motor di jalanan dengan menggunakan transportasi umum sebenarnya dapat dijadikan salah satu solusi, tapi apa boleh buat, terbatasnya kendaraan umum baik dari sisi kuantitas dan kualitas membuat banyak orang masih memilih menggunakan kendaraan pribadi mereka. Kesabaran pengemudi menyusuri jalan jalan di Jakarta dituntut setiap pagi nya. Sayangnya, tak semua pengemudi memiliki kesabaran yang cukup dalam kemacetan seperti ini.
Saling serobot, dan pelanggaran lalu lintas lainnya banyak dijumpai setiap harinya. Mulai dari menerobos lampu merah hingga menaiki trotoar yang sebenarnya ditujukan untuk para pejalan kaki. Dalam undang undang nomor 22 tahun 2009 pun turut dikatakan bahwa pejalan kaki berhak mendapatkan fasilitas pejalan kaki. Jadi sampai di sini kita dapat mengetahui bahwa trotoar merupakan hak dari pejalan kaki, bukan pengendara motor.
Sebuah cerita menarik diceritakan oleh salah seorang teman. Dia merupakan seorang perantau. Suatu hari ia tengah berjalan di trotoar, kemudian sebuah sepeda motor melintas di jalannya. Ia menegur pengemudi motor tersebut "mas maaf ini trotoar buat pejalan kaki," ujarnya. Lalu sang pengemudi pun membalas "iya, tapi ini jakarta!". Singkat tapi aneh. Dari dialog ini ada pemikiran yang cukup menarik bahwa di Jakarta trotoar juga berfungsi sebagai tempat motor melintas. Bukan hanya itu di trotoar juga tampaknya merupakan tempat parkir bagi beberapa orang.
Jadi untuk siapa trotoar di buat?
Jawabannya untuk pejalan kaki tentu nya, tapi fakta nya tidak demikian. Lagi ketika kesabaran diuji, orang orang cenderung mengabaikan peraturan yang telah dibuat. Perangkat perangkat yang disediakan demi ketertiban dilanggar dengan berbagai alasan. Semuanya tampak halal karena ini Jakarta. Walaupun memang hal semacam ini tidak selalu terjadi di Jakarta. Alasan dari melanggar peraturan ini kadang tak lebih dari keegoisan tiap individu.
Sampai di sini, di luar dari sisi keamanan, mungkin banyak yang tak tahu bahwa peraturan peraturan itu dibuat melalui proses rapat rapat yang bisa dibilang tidak pendek. Bahwa peraturan yang biasa dilanggar itu sebenarnya dibayar oleh kita. Rapat yang diadakan, dilakukan dengan menggunakan uang rakyat yang didapat dari pajak. Dengan tidak menghargai dan menaati peraturan yang dibuat artinya kita telah dengan sengaja membuang buang uang milik kita sendiri.
Jadi sampai kapan kita akan menganggap enteng peraturan yang sebenarnya berasal dari dana diri kita sendiri? Sampai kapan kita membiarkan ego kita menang? Inilah yang harus direnungkan bersama karena tertib lalu lintas tidak bisa terjadi tanpa kesadaran semua pengguna jalan.
0 talks:
Post a Comment