Kali ini saya akan menceritakan pengalaman mengunjungi Suaka Marga Satwa Muara Angke. Kalau dilihat dari lokasi nya mungkin kalian mengira saya ke sana karena ingin melakukan pengamatan burung atau pengamatan hewan lainnya, sayangnya dugaan kalian salah. Saya ke sana karena nyasar.
Niat awalnya, saya dan teman saya ingin pergi ke Taman Wisata Alam Mangrove yang sama - sama berada di Pantai Indah Kapuk. Sialnya kami berdua salah mereferensi blog sehingga akhirnya kami berakhir di Suaka Marga Satwa Muara Angke (SMMA). Dan yah, akhirnya perjalanan menuju TWA Muara Angke kami tunda hingga waktu yang belum dapat ditentukan.
Awalnya teman saya, Ili menghubungi saya untuk pergi berjalan-jalan. Kami sudah mengenal sejak menggeluti sebuah ekskul pecinta alam di SMA. Berhubung ini minggu terakhir sebelum saya masuk kerja, akhirnya saya mengiyakan ajakannya. Setelah mencari orang sana-sini untuk ikut, dan ternyata tidak ada peminat nya dengan alasan tidak ada uang yang merupakan permasalahan fresh graduate yang sedang mencari kerja hahaha. Akhirnya saya berangkat hanya bersama teman saya saja. berhubung teman saya dari serpong, kami janjian di stasiun cawang dan berhubung saya baru berangkat dari bogor jam 09.00 jadi saya baru sampai di cawang jam 10.00. Dari sana kami menaiki transjakarta menuju Halte Penjaringan.
Berhubung kami berdua tidak memegang uang kami memutuskan untuk mengambil uang dulu di mal terdekat. Akan tetapi, sepertinya saya memang sedang kurang beruntung saya terpeleset menginjak semen basah. Beruntung hanya bagian lutut di celana saya saja yang kotor. Setengah malu, tapi bodo amat soalnya kan saya gak akan sering-sering ke sana hehe. Diiringi dengan ledekan dan tawa teman saya yang terpingkal-pingkal kami menaiki angkot nomor B01 menuju pizza hut di PIK.
Setelah hampir terlewat kami berhenti di Pizza Hut. Dari sana kami berjalan sekitar 500 meter menyusuri jalan utama. Di sebelah kanan jalan akhirnya kami menemukan gerbang tulisan Suaka Marga Satwa Muara Angke. Di situlah kecurigaan saya bermula. Rasa-rasanya tempat tujuan kami Taman Wisata Alam (TWA), kenapa di situ tulisannya malah Suaka Marga Satwa. Tapi berhubung gw gak yakin lokasi tujuan kita TWA beneran atu tidak akhirnya kami memutuskan untuk lanjut. Mungkin buat yang bukan kehutanan, akan bertanya-tanya apa perbedaan kedua hal tersebut, jadi biar saya jelaskan sedikit.
Suaka Marga Satwa, merupakan wilayah yang ditetapkan karena keanekaragaman dan tata keunikan jenis hidupnya, yang untuk kelangsungan hidupnya (ekosistem nya) dapat dilakukan pembinaan terhadap habitat nya. Intinya SM merupakan salah satu jenis hutan konservasi suaka alam, yang keberadaanya ditujukan untuk pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa.
Nah kalau TWA sendiri seperti namanya jelas ditujukan untuk kegiatan rekreasi. Berbeda dengan Suaka Marga Satwa yang keberadaannya ditujukan hanya sebagai pengawetan dan sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan, tanpa kegiatan pemanfaatan di dalamnya. TWA ini memiliki fungsi pemanfaatan, asal dilakukan secara lestari.
Kecerobohan saya adalah walaupun sudah curiga, saya tetap masuk ke sana. Dengan biaya retribusi sebesar 15.000 kami memasuki wilayah SMMA. Betapa kagetnya kami saat masuk kami mendapati jembatan dalam keadaan rusak. Jembatan kayu di sana sudah lapuk. karena peruntukannya sebagai SMMA kami banyak menemukan burung di sana, walaupun memang kami tak tahu apa nama burung-burung tersebut. Teman saya yang penasaran mengenai pohon mangrove, terlihat bingung dan bertanya dimana mangrove nya. Yah walau saya tidak tahu jenisnya tapi saya tahu di sana terdapat pohon mangrove, yang memang kelihatannya sudah cukup tua karena memang cukup besar. Satu-satu nya hal yang membuat saya yakin bahwa itu adalah mangrove karena terdapat akar pasak.
akar nafas yang dimiliki bakau, entah jenis apa *menerawang |
Keadaan mangrove di sana bisa dibilang tidak terlalu baik, jadi yah cukup disayangkan sebenarnya, karena justru dibandingkan TWA, harusnya SMMA keadaanya lebih baik lagi kan? Toh SM merupakan tempat habitat dari beberapa satwa dan fauna.
Balik lagi ke pengalaman kita. Jadi berhubung jembatannya sudah lapuk dan bolong di sana-sini kami harus ekstra berhati-hati dalam memilih langkah. Tiba lah kita di ujung jembatan. Sebenarnya itu bukan ujung jalan, hanya saja ada pohon nipah yang menutupi jembatan tersebut. Teman saya menunduk untuk mencari jalan. Alih-alih jalan yang dia lihat malah seekor macaca (monyet ekor panjang) yang tengah duduk di jembatan yang sudah lapuk. Panik, karena teman saya memang takut dengan monyet ia ngibrit. Jelas lah saya ikut panik dan mengekori dia. Dengan keawasan yang tinggi kami menyusuri jembatan lapuk tersebut dengan hati-hati. Penasaran kami berhenti sejenak dan melihat ke belakang. Ternyata bukan hanya satu macaca yang muncul. Ada beberapa macaca, dengan satu ekor macaca besar yang mungkin pemimpinnya. Awalnya kami masih meredakan kaget sambil berdiskusi dan melirik ke macaca yang tengah berkumpul di belakang kami. Tiba-tiba seekor macaca yang cukup besar melompat ke gagang jembatan dan mendekat ke arah kami. Jelas lah kami panik, terburu-buru kami berjalan menjauh. Di belakang kami macaca masih tampak berkumpul, tapi tidak mengejar, yah karena jembatannya memang sudah cukup rusak di sana. Teman saya komplain, "lu anak kehutananan kok taut sih". Saya cengengesan doang, tapi sesungguhnya jawaban gw saat itu adalah, gak peduli lu anak kehutanan atau apa, kalau takut ya takut aja.
Diujung jembatan rapuh ini terdapat macaca ha ha ha *mengingat |
Panik, takut, dan bingung campur aduk. Akhirnya kami hanya bisa menertawakan kejadian itu. Kalau ditanya mana foto macaca nya, jangankan memoto, kami bahkan lupa kalau jalan di depan kami rusak dan terus menyusuri tanpa menengok ke belakang. Hehehe.
Akhirnya kami memutuskan menutup perjalanan dengan berfoto-foto terlebih dahulu. Karena kata orang no pict, hoax. Yah walaupun entah siapa yang pertama kali mengumumkan slogan itu. Sebelum pergi kami beristirahat sebentar di pos bapak yang ada di sana, sebelum akhirnya pamit untuk mencari makan.
Walaupun begitu, tak dapat dipungkiri bahwa SMMA ini memiliki potensi yang luar biasa (bagi fauna dan flora) apabila diperbaiki lagi. Saya terkesima dengan burung burung yang dengan bebasnya berterbangan di sana. terlepas dari tau atau tidak nya saya terhadap jenis-jenis mereka. Foto lagi-lagi tidak ada, dikarenakan resolusi dan kemampuan zoom in hp yang terbatas.
Untuk pulangnya kami kembali berjalan ke pizza hut. Dari sana kami menaiki angkot u-11 dan turun di halte transjakarta yang saya lupa namanya apa. Dari sana kami menaiki transjakarta jurusan pinang ranti, dan berhenti di stasiun cawang.
Kecurigaan saya terbukti. Saat pulang saya bertemu dengan tetangga saya yang bekerja di bagian humas kementerian lingkungan hidup dan kehutanan. Ternyata sudah dua hari ini (kemarin dan hari ini) ibu menteri Siti Nurbaya tengah berkunjung ke TWA. Tapi kami tidak melihat ibu menteri. Kalau di logika kan berarti kami terbukti nyasar. Hahahaha. Apa boleh buat, akhirnya kami memutuskan untuk me-reschedule perjalanan kami ke sana.
Aniwei, tidak ada perjalanan yang tidak layak untuk diceritakan, karena tiap perjalanan memiliki cerita sendiri. A lot of thanks untuk ili, yang udah nyasar bareng ke angke dan yang selalu gw kagetkan karena reaksi gw denger suara gemerisik semak-semak. Ya ini gara-gara macaca dan banyolan kita soal buaya yang bikin gw parno -__-.
Dan sebagai penutup, ini dia teman seperjuangan saya dalam perjalanan absurd ini. Well, thanks a lot bro. Dari dulu lu emang abstrak hahahahaha
Ili |
0 talks:
Post a Comment