Seseorang selalu diberi kewenangan untukmerubah dirinya sendiri. Begitu pula saya. Selama 19 tahun berjalan dan saya tahu saya telah berubah dari saya yang dahulu. Kita adalah manusi - manusia bebas, merdeka yang mengenggam putusan pada diri kita. Tiap detiknya kita memilih. Hanya saja kita tak sadar karena terlampau banyak pilihan yang kita buat.
Memimpin bukanlah hal yang mudah. Begitulah yang saya pikir, bahkan hingga detik ini. Mana mungkin mudah bila begitu banyak ekspektasi yang dibebankan padamu. Tapi selang waktu berjalan saya mulai berpikir untuk merubah cara pandang saya. Memikirkan bagaimana cara menjaga kepercayaan yang telah diberikan oleh mereka. Sulit, tapi mereka itulah yang paling tahu kemampuan saya. Sejak kecil saya tak pernah berpikir menjadi pemimpin. Bisa dibilang saya adalah tipe Plegmatis-Melankolis. Artinya saya adalah saya seorang introvert. Pendiam dan 'cool' adalah ciri khas saya di beberapa waktu silam. Saya akui dan saya bangga dengan diri saya saat itu. Walau dulu saya selalu mengeluhkan sifat pendiam dan gagu saya di depan umum itu.
Saat memimpin dan di depan umum kita dituntut beretorika. Aneh. Kenapa pemimpin dituntut selalu pandai beretorika. Itu begitu menyulitkan, kau tahu. Merangkai kata dan berpikir bagaimana kawan kita kemudian merasa tertarik dengan apa yang kita bicarakan. Berpikir bagaimana caranya ribuan mata tertuju hanya padamu saat itu. Jengah.
Beretorika itu perlu, tapi bukan hal utama dalam sebuah kepemimpinan. Ketegasan mutlak perlu, tapi bukan berarti sok galak. Cara membawa diri dan berkomunikasi di depan umum bisa menyusul seiring waktu berjalan. Yang diperlukan dari seorang pemimpin menurut saya adlah rasa sayang pada para anggotanya. Rasa ingin melindungi mereka. Ingat kata mereka yang perlu ditegaskan di sini. Dengan rasa ini saya rasa ketegasan akan muncul dengan sendirinya. Pastinya kalau sudah sayang tak mungkin membiarkan anggotanya terimpit masalah bukan? Secara tak langsung ia pasti akan berpikir keras cara untuk memberikan yang terbaik dengan cepat.
Saya punya teman. Dia adalah kapten saya, sebut saja begitu. Ia tak pandai berbicara. Suaranya lembut dan acap kali terlihat tak tegas, tapi saya hormat padanya. Kau tahu mengapa? Karena saya merasa diperhatikan makanya saya merasa respek pada nya. Pada saat dia down saya tahu pada saat itulah saya yang harus berbalik menyokongnya sebagaimana dia menyokong saya dahulu. Bahkan saya kangen bekerja sama dengannya lagi haha.
Tipe pemimpin beda-beda jangan takut. Ada yang memimpin dengan cara memberikan perhatian pada anggotanya. Ada yang dengan mendorong anggotanya. Macam-macam. Hidup ini relatif bukan? Tidak ada yang konstan. Hanya semu yang konstan.
Saya tak pandai beretorika. Atau bahkan merangkai kata. Berpuisi? Kelaut aja. Ya itu dahulu. Sekarang tidak. Karena hidup adalah tentang belajar. Meski tak selalu memang. Sekarang? Saya mulai berani pasang badan untuk maju berbicara. Merangkai kata sudah mulai menjadi hobi. Bahkan saya sering menulis puisi akhir-akhir ini.
Kita semua bisa berubah tuan
Tinggal bagaimana kita mempercayai diri kita sendiri. Tanpa rasa percaya terhadap diri tak akan ada langkah yang dapat kita mulai. Tak akan ada kepercayaan yang diberikan padamu. Percayalah pada dirimu sebagaimana rasa percaya kami dititipkan padamu. Kita manusia, tak mungkin sempurna. Aku, kau, kita, mereka, adalah sosok berbeda. Lalu kenapa? Biarkan saja tak ada salahnya kita menjadi kita. Tak ada salahnya kita menemukan jalan kita sendiri dan tipe kita sendiri untuk memimpin. Untuk bersosialisasi. Toh kita memang harus bertoleransi pada dasarnya.
Lalu cerita ini saya hendak akhiri sampai sini. Pada kepercayaan yang telah dititipkan, dan pada keberanian yang kau keluarkan. Percayalah pada dirimu sendiri. Jikalau ditengah kesepian melanda jiwa, tak perlu ragu untuk kembali bercengkrama pada kepala-kepala pada hari ini. Kami akan sambut dengan tawa. Tak perlu kau memasang topeng sangar. Aku tak perlu itu. Kepedulianmu pada kami sudah cukup membuat kami merasa dihargai lalu kami akan respek dengan sendirinya. Tak perlu kau pandai beretorika. Asal kami paham maksudmu itu sudah cukup. Tak perlu kau menggembar-gemborkan kelebihanmu. Biar kau hanya bergerak di belakang layar untuk mendukung kami itu sudah cukup. Kepedulianmu lebih dari cukup. Tindakan nyatamu. Taktikmu. Itulah yang penting. Pemimpin hanya status. Bagaimanapun kau tetap sahabat kami, keluarga kami.
Good Luck Sob! :)
Cerita dulu ah
1 talks:
"Kita semua bisa berubah tuan" yup ka.... tapi kadang susah nyesuaikan teori yang kita tau sama sikap yg kita lakukan di lapangan... kadang masih aja ngulangi kesalahan yg sama heu
Post a Comment