Kode Etik?

Ya gw kembali, hanya memberikan sekilas info terkait dengan hasil Lokakarya kemahasiswaan tadi pagi bersama pak rektor tentunya. Well, sebagai civitas akademika di IPB ada baiknya memang gw turut mengklarifikasi apa yang terjadi. Akan tetapi, gw gak terikat langsung dengan hal ini. Bahakan ketika pempublishan yang pertama kali gw belum masuk IPB. Baru tadi gw dijelaskan sejelas - jelasnya ama kakak kelas dan temen - temen gw di  UKM gw. Gak keseluruhannya juga sih, seenggaknya lebih ngertilah apa yang terjadi.

Kalo ditanya kenapa IPB gak publish ya jawabannya kita punya sebagai peneliti punya kode etik penelitian. Masyarakat gak tau jadi yah mau gimana lagi akhirnya IPB jadi tersudutkan. Apalagi setau gw hasil penelitian yang baru menyebutkan bakteri tersebut sudah tak ditemukan. Gw gak tau banyak soal kode etik penelitian internasional. Yang gw tau peneliti gak boleh nyebutin merek. Akan tetapi ada peraturan di Indonesia yang bilang kalau hasil penelitian wajib dilaporkan ke si pemberi dana. Nah pertanyaannya dimanakah si pemberi dana? Sebagai pihak netral akan lebih baik kalau mereka saja yang mengumumkan. Kaya jalan tengah lah. Agak kasian juga gw ama ibu peneliti dia jangan - jangan bisa kena trauma tuh. 


Oh iya gw juga nemu artikel menarik klik aja di sini. Nah kan? Jadi bingung. Kira - kira gimana ya respon IPB menanggapi hal ini? Mengumumkankah atau tetap berpegang teguh pada kode etik? Harus cari jalan tengahnya juga nih. Misalnya menkes dan BPOM angkat bicara juga atau mungkin dibuat penelitian baru. Habis aneh juga kan itu berita lamaaaaaaaaaaaa banget, tapi diungkit lagi. Well kenapa ya? Mudah - mudahan ini bukan sekedar pengalihan isu politik yang terjadi.


Well daripada ikut - ikutan yang kayak di tv itu gw share aja soal hasil lokakarya tadi pagi. Thanks a lot buat kak Syafa yang udah ngijinin ngeshare~ ^^



by Syafa Siti Syafaah on Sunday, February 20, 2011 at 6:57pm



“Pandanglah dan jelaskan dengan kasih sayang, mungkin “mereka” belum mengetahui dan memahami. Bangsa ini memerlukan edukasi moral dan etika yang kini makin langka.....”, Rektor IPB dalam Lokakarya Kemahasiswaan  .
IPB, Minggu (20/02) – Akhir akhir ini IPB dihujat oleh beberapa kalangan publik yang intinya pemaksaan  publikasi atas lima merk dagang susu kontaminan bakteri E.sakazaki. Kegeraman publik diekspresikan dengan plesetan singkatan IPB, Insitut Pecundang Bogor, Institut Pengecut Bogor, dan plesetan negatif lainnya. Jika ditelusuri susu formula pada bayi sudah dipastikan aman untuk dikonsumsi. Hal ini seiring dengan penelitian BPOM pada tahun 2008 yang menguji sebanyak 96 sampel susu formula dan dinyatakan semuanya NEGATIF. Masih perlukah pemaparan 5 merk dagang tersebut, sedangkan sudah jelas jelas seluruh susu formula yang berdar di pasaran bebas dari kontaminan E.sakazaki.
Pada Lokakarya Kemahasiswaan, Rektor IPB Prof. Dr. Ir. Herry Suhardiyanto, Msc memaparkan penjelasan terhadap penelitian Dr. Sri Estuningsih selaku ahli Mikrobiologi Kedokteran Hewan yang telah memberikan dampak hujatan publik kepada IPB. Pada beberapa kalangan publik, ada yang menganggap remeh penelitian beliau disebabkan background profesinya sebagai dokter hewan. Penelitian ini juga dianggap belum mendapat ijin oleh Kementrian Kesehatan.

Dosen FKH yang akrab di panggil Dr.Estu ini melakukan penelitian berdasarkan Dana Hibah Bersaing. Hal ini dapat dijadikan pondasi bahwa penelitian Dr.Estu adalah penelitian murni resmi. Topik penelitian yang diajukan yaitu mengisolasi bakteri E.sakazaki. Sebenarnya bakteri E.sakazaki sudah teridentifikasi sejak tahun 1958 namun belum dapat dipastikan keganasannya. Bakteri ini mudah berkembang pada media yang mengandung protein tinggi salah satunya pada susu. Pada perjalanan penelitiannya tahun2003/2006 beliau mengambil sampel dari susu formula. Naluri jiwa penelitiannya memicu  Dr. Estu melakukan penelitian lebih terhadap bakteri ini, sampai dilakukan di Jerman karena tidak adanya fasilitas di Indonesia. Dari hasil penelitian tersebut, diketahui 5 dari 22 produk susu yang diteliti ternyata mengandung kontaminan bakteri E.sakazaki. Bakteri tersebut kemudian diujicobakan pada seekor mencit dalam dosis yang cukup tinggi, ternyata bakteri ini menyerang jaringan otak. Hal ini tentu berbeda dengan dosis yang dikonsumsi manusia karena bayi manusia tidak sama dengan bayi tikus.

Dr. Estu sigap mengambil tindakan dengan cara mem-publish kontaminan bakteri ini pada berbagai seminar baik didalam maupun diluar negeri. BPOM hingga tahun 2008 tidak dapat melakukan tindakan apapun terkait dengan bakteri ini, sebab belum terdapat peraturan terkait dengan bakteri kontaminan ini. Hingga FAO pada seminar Internasional tahun 2008 mengundang beberapa ahli dari penjuru dunia, Dr.Estu sebagai perwakilan dari Asia. Dalam seminar tersebut FAO memaparkan standar keamanan internasional susu harus bebas dari kontaminan E.sakazaki. Dr. Estu dan berbagai pihak yang berwenang mewanti wanti produsen susu agar memperbaiki kualitas susu. BPOM melakukan pengujian pada 96 susu dan dinyatakan kesemuanya NEGATIF.

Pempublishan ini acap kali memberikan dampak negatif pada Dr. Estu pada khususnya dan Institut Pertanian Bogor pada umunya. Dunia akademisi sedang diuji baik etika maupun profesionalitasnya. Jika IPB mempublish 5 merk dagang susu formula, selain dapat merugikan produsen tersebut mungkin ini adalah pertama kalinya penelitian yang dipublish di dunia internasional. Hal tersebut sudah tercantum dalam kode etik peneliti. Banyak masyarkat indonesia yang hanya memilki pengetahuan saja namun tidak memilki Ilmu Pengetahuan. Terlalu murah IPB untuk dibeli oleh pihak pihak yang tidak bertanggung jawab atas kepentingan politik. Perspektif yang telah tercampur aduk antara politik dan ilmiah diharapkan tidak menciutkan jiwa peneliti kritis untuk berkiprah dalam kemajuan dunia. Syafa CSS mora,Koran Kampus IPB.

0 talks: