Carbon Sink

Bicara soal kehutanan di blog. Pengen sih tapi belum ngerti. Hahaha. Iseng aja saya mencari soal Carbon Sink. Alesannya sih gampang aja soalnya, saya sudah pernah melakukannya beberapa minggu yang lalu. Yah namanya juga mencoba saya tidak memiliki sama sekali pengetahuan soal ini. Bego boleh, tapi gak boleh lama - lama kan? Jadi saya mencari info terkait ini dan wew kok bahasa Inggris semua. Errr bisa diterjemahin gak? Hahaha. Aniwei anihow harus membiasakan diri juga ya, ilmu kehutanan aja berasal dari Jerman kan yaa.

Satu-satunya yang bisa saya tangkap dari pengukuran karbon ini adalah kita harus mengukur si diameter pohon. Diameter yang diambil gak disembarang tempat juga. Gak juga dari atas sampai bawah diitungan diaeternya. Yang jelas diameter yang kita ukur itu 1,3 m dari tanah. Kalau tanahnya miring berarti diambil dari yang paling atas 1,3 m nya. Yah kira-kira setinggi dadalah katanya. Itung-itungannya sih ada, tapi belum diajarin ohoho. Itu nanti saja menyusul kalau udah pinteran dikit ya. Masih dableg sekarang mah. haha. Oke langsung aja kita telaah dan belajar bersama data yang berhasil saya himpun dari beberapa sumber.

Carbon Sink?

Carbon Sink, secara harfiah kalau pake kamus atau pake google translate adalah penyimpanan karbon. Intinya segala macam usaha untung menyimpan karbon. Penyimpan karbon ini bisa hutan, tanah, laut, dan atmosfer. Kegiatan ini berputar terus menerus dalam daur karbon. Gak inget? Baca tuh buku biologi. Haha. Dan karbon sink ini ada yang mengawasi juga perkembangannya salah satunya Sink Watch. Berhubung gw baik ini nih gambar daur karbonnya kaya begini
Kenapa isu penyimpanan karbon ini jadi marak?

Yo alasannya mungkin gak sederhana yang saya pikirin sekarang. Maklum ilmu saya masih dangkaaaal banget. Kuliah aja baru seminggu. Hahaha. Intinya sih karena karbon merupakan salah satu zat yang ada dimana- mana. Coba liat pensil kayu, intan, polusi mobil, sisa pembakar, ah banyak deh. Itu karbon kan? Ironisnya biar banyak di bumi, karbon merupakan salah satu bentuk polutan. Efek dari karbon ini juga ya itu nyangkut dan balik lagi ke isu rumah kaca atau bolongnya ozon. Makanya hati - hatilah dalam bakar membakar. Apalagi kalau sampai bakar rumah (loh?). Oke bercanda. Nah untuk meredam itu semua muncullah ide penyimpanan karbon. Bahasa kerennya udah gak jaman Carbon producing, sekarang zamannya Carbon sink. Haha apa banget deh. 


Atau bahasa indonesianya pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan. Hubungannya sama si Carbon sink itu adalah si REDD ini merupakan salah satu bentuk usaha penyimpanan karbon (bener kan ya, err). Jadi seperti yang saya bilang pohon atau hutan (jamak) adalah penyimpan karbon. Inget fotosintesis kan pastinya? Kalau gak, pasti gak lulus SD ya, hayo ngakuuu~. Hahaha. Biar saya udah lupa siklus krebs dan daur calvin yang ngapalinnya setengah mampus itu, setidaknya saya tau bahan baku utama si fotosintesis ini kan karbon. Hasil akhirnya tentunya oksigen yang kita hirup sekarang dan sayur-sayur yang kita makan itu.

Pohon dan tumbuhan itu hebat kan ya. Mungkin dia sama kaya kita sama-sama ngeluarin karbon ke udara. Hebatnya dia justru mengambil lagi karbon itu untuk diolah sebagai bahan makanannya. Itu baru namanya tanggung jawab terhadap apa yang kau buang. Contoh dong tumbuhan! Haha. Bakau nih merupakan salah satu pohon yang menyerap karbon cukup banyak (sepembacaan saya ya). Akhirnya masyrakat dunia mengambil konklusi untuk mengurangi karbon dengan cara menanam kembali hutan. Sayangnya oh sayangnya para negara maju yang hutannya tinggal dikit, yah eum egonya tinggi gitu deh. Jadi upaya pereboisasian hutan ini dilimpahkan (istilah halusnya sih meminta tolong) ke negara berkembang yang hutannya masih ada, kaya Indonesia. Perdagangan karbon ya teh kalo gak salah namanya. Contohnya Letter of intent dengan Norwegia. Mereka nyumbang 1 miliar untuk ini, dengan syarat ya itu tadi Indonesia mampu menghijaukan hutannya.


Aniwei anihow, gak semua pihak setuju dengan hal ini. Beberapa alasan yang saya baca di Fern yang saya tangkap dan mengerti adalah gak semua jenis karbon sama. Menurut mereka bukan hanya usaha penghijauan hutan yang hanya harus digencarkan, tetapi negara industri sebagai penghasil karbon yang gila-gilaan itu juga harus lebih memperhatikan lingkungan. Intinya tanggung jawablah sama hasil yang dikeluarkan, jangan cuma main bayar aja. Makanya kaya pohon dong tanggung jawab. Haha. Bahkan dosen pengantar ilmu kehutanan saya pun termasuk yang kurang setuju soal jual beli ini. Alasannya saya agak lupa (ngantuk di kelas hehe) kalau gak salah berkaitan soal isu ekonomi, dan balik lagi masalah tanggung jawab negara-negara industri itu.

Kalau saya? Ahaha saya tidak tahu. Masih terlalu dini bagi saya buat menilai. Saya baru baca sampulnya doang, isinya? Wah saya belum tahu. Haha. Baca buku Kerangka Pikir Rimbawan aja gak kelar - kelar tuh. Belum saatnya memutuskan. Kalau buru-buru nanti gak objektif jadinya. Ya udah deh, kita akhiri saja dulu chit chat sok tau saya. Kita belajar bersama - sama aja ya. Belajar bersama itu lebih efektif dibanding belajar sendiri-sendiri. Biar bisa kerja sama maksud saya. Pokonya apapun itu semoga hidup kita bisa bermanfaat bagi orang di sekeliling kita. Haha. Nite people~

0 talks: