Hari ini Jakarta luar biasa padatnya. Kemacetan timbul di berbagai titik di penjuru. Bukan hal yang aneh sebenarnya, toh Jakarta dirundung macet setiap harinya. Tapi, jika detil mengamati ada yang hilang dari jalanan kota Jakarta. Hijaunya atribut driver gojek dan grab bike mendadak hilang tak berbekas. Keluhan pelanggan yang tak terangkut pun bermunculan.
Tak hanya grab dan gojek, bahkan taksi pun tak ditemukan di jalanan. Padahal jalanan sedemikian padatnya.
Cuaca mendung kali ini terasa begitu panasnya. Ada ketakutan dan kekhawatiran menggelayuti. Supir taksi mengandangkan mobilnya. Supir gojek dan grab menanggalkan atributnya. Keheningan menyeruak di jejaring aplikasi kendaraan online tersebut.
Kapolda DKI Jakarta yang baru dilantik itu pun mendadak mendapat hadiah mengejutkan sehari setelah serah terima jabatan. Demo besar besaran sopir taksi dan bajaj menolak uber dan grab car meluas dan mengundang kericuhan. Bahkan grab bike dan gojek pun menjadi sasaran.
Aksi ini merupakan aksi susulan terhadap aksi yang dilakukan minggu lalu. Setelah menurunkan sekitar 2000 orang, hari ini 6000 orang kembali diturunkan. Nampaknya, mereka tak puas dengan penyelesaian pemerintah minggu lalu.
Bukan kepastian berbadan hukum untuk grabcar dan uber yang mereka inginkan. Bukan pemberlakuan pajak dan izin yang harus diperoleh dua perusahaan kendaaraan berbasis aplikasi yang mereka tuju. Kelihatannya hanya satu tujuan mereka, Bubarkan Uber dan Grab, dan tentunya Gojek.
Smartphone dan berbagai teknologi lainnya memberikan beragam kemudahan bagi masyarakat. Tapi, kemudahan ini nampaknya menjadi candu karena kenyamanan. Menggilas para kendaraan yang sudah ada dari dulu. Aplikasi kah yang salah atau regulasi?
Tapi, ketika kita berpikir sejenak, perubahan akibat teknologi merupakan suatu hal yang pasti. Yang akan datang tanpa bisa dicegah. Aksi besar yang ada saat ini, bisa saja hanya memperlambat tapi tak menghentikan. Siapa pun dan apa pun tak berdaya di depan waktu.
Pada akhirnya, semua dipaksa untuk berubah, menyesuaikan, berinovasi. Ketika dunia berubah dengan cepatnya, hukum rimba mendadak berlaku, yang kuatlah yang menang. Semua yang tak mampu beradaptasi akan tergilas waktu dan perlahan menghilang. Lalu kejadian seperti yang terjadi saat ini, akhirnya hanya berakhir sejarah atau cerita.
Lalu, sampai pada titik ini, mungkin kita akan bertanya akan jadi apa negara ini ke depannya. Mau dibawa ke mana dunia dengan teknologi ini. Sebuah alat bermata dua yang menawarkan kenyamanan dan juga ketakutan. Bisa saja suatu waktu saya atau anda yang menjadi korban teknologi, menjadi korban waktu. Siapa tahu.
Bahkan Perusahaan sekelas Nokia saja tak mampu bertahan di tengah gilasan kemudahan yang diberikan smartphone. Hingga akhirnya perusahaan tersebut terpaksa bertekuk lutut dan diakuisi oleh Microsoft. Bagaimana dengan kita?
"We didn't do anything wrong, but somehow, we lost," CEO Nokia Last Speech
0 talks:
Post a Comment